REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya telah mengunjungi dan bertakziyah ke rumah duka korban kekerasan seksual dan pembunuhan almarhum Yn. Kementerian Sosial telah memberikan Bantuan Santunan Kematian (BSK) Rp 15 juta kepada keluarga ahli waris.
“BSK sama sekali bukan kompensasi, melainkan bukti negara hadir di tengah masyarakat, sekaligus ikut berduka dengan nasib yang dialami Yn tersebut," katanya dalam siaran persnya, Ahad (8/5).
Selain mengunjungi rumah duka, Khofifah mengaku bertemu para pelaku pemerkosaan. Para pelaku yang sebagian anak putus sekolah tersebut mengaku melakukan pemerkosaan usai menenggak minuman keras dan menonton video porno.
"Sebelum kejadian mereka menenggak miras sampai mabuk dan menonton video porno di handphone. Jadi bisa dipetakan hulu masalahnya yaitu miras dan konten pornografi."
Miras dan pornografi menjadi dua hal yang mendorong seseorang melakukan kejahatan dan kekerasan seksual serta tindak sadisme lainnya. Konten pornografi secara nyata menjadi racun bagi anak-anak, remaja serta generasi bangsa.
Bagi pelaku di atas 18 tahun dijerat pasal berlapis karena ada unsur direncanakan. Sedangkan pelaku di bawah 18 tahun dituntut pada peradilan anak dan ditempatkan di Lembanga Pembianan Khusus Anak (LPKA).
“Dua opsi hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dengan kebiri. Kedua dengan memberikan pemberatan hukuman, yaitu seumur hidup dan maksimal mati," terang Khofifah.
KPAI merilis data, sebanyak 87 persen siswa SMP dan SMA di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pernah menonton konten pornografi. Orangtua harus bisa mengawal anak-anak agar mendapatkan edukasi dan melek teknologi informasi (IT) yang sehat agar tidak menjadi korban dari laman-laman pornografi dalam dan luar negeri.
“Edukasi diperlukan karena bisa yang diakses mengandung konten pornografi. Edukasi bisa dilakukan semua pihak, bisa masyarakat, pemerintah, maupun public private partnership," ujarnya.