REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar mengenai adanya salah satu menteri di kabinet kerja yang bersikap partisan mendukung salah satu calon pada Munaslub Golkar, menuai kritikan dari kalangan pengamat dan akademisi. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Zaenal A Budiyono menilai secara etika politik--jika benar mendukung salah satu caketum Golkar, apa yang dituduhkan ke Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan maka hal itu menabrak etika demokrasi.
Menurut Zaenal, institusi Istana (kabinet) sebagai manifestasi rakyat seharusnya steril dari urusan politik praktis, apalagi sampai terlibat dalam suksesi parpol. "Pemerintah seharusnya fokus 100 persen menjalankan program-program untuk rakyat sebagaimana diamanatkan konstitusi. Harus steril dari urusan politik praktis," kata dia saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (11/5).
Zaenal menambahkan, ada kecenderungan hari ini dengan banyaknya parpol yang terbelah dan berada dalam instabilitas, sulit untuk mengatakan semua itu terjadi secara alamiah. Tak sulit untuk mencari pembanding, di masa pemerintahan Presiden SBY, Istana kala itu senantiasa berjarak dari semua parpol.
"Kondisi parpol-parpol juga relatif stabil meskipun politik berlangsung dinamis, bahkan keras. Tapi tidak ada isu campur tangan pemerintah ke urusan dapur parpol yang mencuat. Kini situasinya berbeda," ujar Zaenal yang juga Dosen FISIP di Al Azhar Indonesia.
Untuk menangkis isu tersebut, lanjut dia, Presiden Jokowi bisa membuat pernyataan terbuka bahwa pihaknya tidak mendukung calon manapun di Golkar, serta memerintahkan para pembantunya untuk mengambil jarak dari semua urusan parpol.
"Bila itu dilakukan, maka publik akan percaya pemerintah tidak punya niat campur tangan. Kita tunggu apakah hal tersebut akan dilakukan," tutur Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center Indonesia (DCSC) ini.
Senada dengan itu, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Jakarta A Bakir Ihsan mengatakan, walaupun Luhut B Panjaitan kader partai Golkar, seharusnya dia bisa menempatkan diri sebagai pejabat publik yang diangkat oleh presiden pilihan rakyat dengan tidak bersikap partisan. Saat diangkat sebagai pejabat publik, lanjutnya, maka loyalitasnya pada partai selesai dan sepenuhnya diabdikan untuk kepentingan publik.
"Ketika ia menggunakan jabatan publik untuk kepentingan partainya, maka ia sedang mendegradasi etika politik dan wibawa pemerintahan yang disandangnya," ujar Bakir melalui pesan singkatnya.