REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Divisi Pengelolaan Wakaf Badan Wakaf Indonesia (BWI), Jurist E Robbyantono mengungkapkan potensi Wakaf di Indonesia sangat besar. Hal itu dapat dimanfaatkan untuk membangun bangsa Indonesia jika wakaf dikelola dengan baik.
Sayangnya, kata Robbyantono, pengelolaan wakaf saat ini masih kurang produktif. Padahal, Jurist menilai saat ini wakaf harus profit orientied.
"Pemahaman wakaf produktif sangat lemah," ungkap Robby dalam pemaparannya di acara Seminar Wakaf Dompet Dhuafa, di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Kamis (12/5).
Robby menjelaskan beberapa penyebab pengelolaan wakaf kurang produktif. Seperti terjadinya ruislah di mana-mana, pemahaman yang lemah terhadap wakaf produktif dan tidak adanya dukungan dari lembaga keuangan.
Selain itu, banyak nazir dilakukan secara perorangan. Kurangnya sosialisasi wakaf uang dan minimnya kepercayaan masyarakat terhadap wakaf.
Sementara itu, GM Resource Development Dompet Dhuafa, Urip Budiarto menuturkan, DD akan mengajak kembali masyarakat menjadikan wakaf sebagai pilar ekonomi Islam. Geliat berkembangnya ekonomi Islam dapat dilihat dengan berdirinya beberapa bank syariah. "Hari ini ini lebih menggemakan wakaf," tuturnya.
Urip tidak menampik jika potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Hal itu merupakan kekayaan umat Islam yang perlu diangkat. Menurut Urip, wakaf harus produktif bermanfaat. Secara sosial, wakaf sudah bisa dirasakan oleh masyarakat.
Namun, produktif secara ekonomi saat ini masih terus berusaha. Kondisi seperti ini yang juga terus dilakukan Dompet Dhuafa. "Kami ingin masyarakat berfikir wakaf. Tidak menunggu kaya," kata Urip seraya menambahkan, wakaf harus membumi di masyarakat. Untuk itu, dai sangat berperan dalam mewujudkan keinginan tersebut.