REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan menyatakan Undang Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) menekankan adanya koordinasi pengambil keputusan untuk menangani ketika krisis datang.
"UU ini menekankan adanya koordinasi pengambilan keputusan baik pada situasi normal maupun saat 'distress' atau krisis. Terkadang tidak ada kejelasan karena biasanya menunggu ini tanggung jawab siapa. Itu yang menyebabkan krisis semakin mendalam," kata Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad pada diskusi ekonomi, di Jakarta, Rabu.
Muliaman mengatakan kehadiran UU PPKSK yang telah disahkan oleh Komisi XI DPR itu juga memperjelas pedoman dan mekanisme lembaga keuangan ketika menghadapi krisis terutama pada sektor perbankan.
Lembaga keuangan tersebut terdiri dari Bank Indonesia (BI), OJK serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Ia menjelaskan ada dua hal penting yang ditekankan dalam UU PPKSK ini, yakni pencegahan dan penanganan.
Pencegahan meliputi pengawasan yang perlu ditingkatkan, penyempurnaan peraturan untuk mendorong industri keuangan lebih sehat dan upaya lainnya yang bersifat preventif.
"Upaya pencegahan yang rutin mulai dari penambahan jumlah modal seperti apa agar dapat mengatasi pertumbuhan kredit yang baik. Kalau ada mekanisme 'recovery' di industri keuangan, kami tidak akan sampai pada mekanisme penyelesaian," kata Muliaman lagi.
Dia menambahkan, selain koordinasi antarlembaga keuangan, prinsip intervensi dini ("early intervention") juga dapat diterapkan sebelum dan sesudah masalah muncul.
Penting melakukan intervensi dini terutama pada sektor perbankan yang memudahkan LPS untuk bergerak ketika bank memerlukan pengawasan intensif.