REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak jalanan sama seperti manusia lainnya, mereka juga bisa sakit. Lalu jika mereka sakit bagaimana berobatnya? Bagaimana pula biayanya?
Salah satu Peneliti Pusat penelitian Atma Jaya (PPH) Atma Jaya, Kekek Apriana mengungkapkan dari hasil penelitian awal kekerasan seksual pada anak jalanan yang dilakukan pihaknya kepada 43 anak jalanan, 23 perempuan (dibagi dalam tiga kelompok) dan 20 laki-laki (juga dibagi dalam tiga kelompok), usia 15 sampai 18 tahun, ditemukan bahwa hampir semua remaja jalanan perempuan sudah dapat mengakses Puskesmas jika sakit.
Namu hal ini tidak berlaku sama pada remaja laki-laki. Jika merasa sakit yang cukup parah baru umumnya mereka mencari pertolongan dan membawa temannya ke klinik ataupun RSUD untuk kondisi emergency.
“Untuk biaya kesehatan, beberapa remaja jalanan sudah memiliki KJS atau BPJS, hanya saja tidak semua dapat memilikinya, terutama bagi remaja jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua,” jelasnya dalam Jumpa Pers Hasil Awal Penelitian Kekerasan Seksual pada Anak Jalanan, di Unika Atma Jaya, Jakarta, belum lama ini.
Pada kasus dimana mereka membutuhkan uang banyak untuk berobat, biasanya mereka akan meminta bantuan rekan-rekan remaja jalanan lainnya untuk memberikan sumbangan. Kekek juga mengungkapkan anak jalanan tidak pernah mengikuti kegiatan yang memberikan informasi tentang kesehatan. Umumnya informasi tentang kesehatan diketahui dari mulut ke mulut, atau ketika mengantar teman ke dokter di saat itu bisa bertanya.
Bagi remaja jalanan yang masih memiliki orang tua, umumnya mereka masih menjadi sosok yang diandalkan ketika sakit. Namun bagi remaja yang memang hidup di jalanan, tanpa kehadiran orang tua atau pun orang tua tidak berada di Jakarta, umumnya orang yang diandalkan ketika sakit adalah teman-temannya.