REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai operasi patuh, simpatik dan zebra yang digelar oleh kepolisian tidak efektif bila dijadikan alat ukur prestasi. Apalagi dengan jumlah penindakan yang ditilang besar saat menggelar operasi.
Ketua ITW, Edison Siahaan menilai Polri akan sukses jika tidak melakukan penindakan.
"Prestasi Polri diukur dengan kesadaran masyarakat yang tertib berlalu lintas," kata Edison di Jakarta, Sabtu (21/5).
Edison menambahkan, operasi-operasi yang digelar minus operasi Ketupat dan Lilin, hanya sarana untuk menggunakan anggaran yang sudah diajukan sebelumnya. Apalagi, kata dia, selain tidak efektif untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcar), operasi tersebut juga disinyalir ada indikasi korupsi.
"Kami curiga pengadaan papan yang digunakan untuk pemberitahuan operasi, tidak seluruhnya terbuat dari bahan yang baru," ujar Edison.
Ia menilai unit-unit satuan yang menggelar operasi hanya merubah tulisan tahun operasi. Ia mencontohkan seperti operasi patuh 2014 lalu diganti menjadi 2015 dan seterusnya.
"Padahal, biaya pengadaan papan tersebut sudah dimasukkan dalam anggaran," katanya.
Menurut Edison, anggaran untuk membiayai operasi Patuh, Zebra dan Simpatik akan lebih efektif jika digunakan untuk mendukung program yang bisa mencerdaskan masyarakat tentang lalu lintas. Seperti menggelar kampanye tertib lalu lintas secara konsisten dan fokus ke kelompok-kelompok atau komunitas masyarakat.
Tetapi, kata dia, sosialisasi yang dilaksanakan harus melibatkan peran serta masyarakat sehingga timbul rasa memiliki dan kesadaran bersama untuk tertib berlalu lintas.