REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Muslim Perancis terancam kehilangan Masjid Ibnu Khaldoun yang berada di Kota Clichy, sebuah kota sub-urban di pinggiran Paris. Masjid berkapasitas 1.500 jamaah tersebut akan diambil alih oleh pemerintah dan dijadikan sebagai perpustakaan.
Salah satu WNI yang tinggal di Perancis, Rosita Sihombing, menuturkan bahwa Masjid Ibn Khaldoun merupakan satu-satunya tempat ibadah terbesar di Clichy. Masjid tersebut bahkan menjadi salah satu lokasi favorit Muslim Paris untuk menunaikan shalat Jumat.
Masjid Ibn Khaldoun sendiri menempati sebuah bangunan yang dijadikan tempat ibadah. Sejak beberapa tahun belakangan, bangunan tersebut disewa oleh Muslim setempat untuk difungsikan sebagai masjid.
Rosita menyebut, Wali Kota Clichy sebelumnya bahkan mempersilakan jamaah jika ingin membeli bangunan yang disewa tersebut untuk dibangun menjadi masjid permanen. Namun, janji pemerintah itu rupanya tak berlaku lagi ketika terjadi pergantian Wali Kota.
Menurut Rosita, Wali Kota baru Clichy kini justru berencana mengambil alih bangunan masjid untuk dijadikan sebagai perpustakaan. Terang saja, rencana pemerintah itu mendapat penolakan keras dari Muslim Perancis.
Sekitar 6 ribu jamaah telah menandatangani petisi untuk mendesak pemerintah kota membatalkan rencana mengambil masjid mereka.
"Ada juga saudara-saudara non muslim yang ikut memberikan dukungan petisi," tutur WNI yang telah menetap di Paris selama 13 tahun tersebut pada Republika, Senin (23/5).
Tak hanya itu, jamaah juga melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Wali Kota Clichy pada Jumat (20/5) lalu, untuk menyuarakan protes mereka. Mereka membawa poster bertuliskan 'Touche Pas A Ma Mosquee' yang berarti 'Jangan Sentuh Masjidku.'
Para jamaah mendesak Wali Kota memenuhi janji pemerintah sebelumnya dan membiarkan Masjid Ibn Khaldoun tetap kokoh berdiri.