REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah meluncurkan program ‘Gerakan Mencintai Museum’ sejak 2014. Dari gerakan ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan, data pengunjung museum relatif tinggi.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kemendikbud, Harry Widianto menjelaskan, kecintaan museum tidak boleh hanya diukur dari kualitas pengunjung saja.
“Meningkatnya jumlah pengunjung museum penting tapi kita tidak boleh berhenti di situ saja,” terang Harry dalam Konferensi Pers (Konpers) tentang Pertemuan Nasional Museum se-Indonesia di Gedung E, Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).
Menurut Harry, meningkatnya kuantitas pengunjung ini perlu ditelisik dahulu pihak-pihak mana yang paling mendominasi. Dari laporan yang diterima, 80 persen pengunjung merupakan para pelajar dan empat persen dari mahasiswa.
Sisanya, dia menambahkan, dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan keluarga. Berdasarkan hal tersebut, Harry mengaku sangat mengapresiasi partisipasi pelajar. Namun sayangnya, sebagian besar mereka hanya untuk memenuhi program sekolah. Aspek memahami pesan dan ketertarikannya justru belum menguat pada mereka.
“Akan lebih baik kalau pengunjung dari aspek keluarga bisa mencapai 50 persen,” jelasnya. Hal ini berarti sebagian besar masyarakat memang sangat meminati permuseuman.
Harry mengungkapkan fenomena pengunjung di museum satwa yang harga masuknya relatif mahal, Rp 80 ribu per orang. Masyarakat rela mengantre dan membayar mahal untuk bisa mengunjungi museum tersebut. Menurut dia, situasi ini karena pihak museum telah berhasil meningkatkan pelayanan sehingga menarik masyarakat.
“Jadi sekalipun murah biaya masuknya seperti tiga ribu rupiah tapi pelayananya jelek, ya percuma. Tidak ada yang datang,” kata Harry.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadna Rudana mengatakan, pada dasarnya koleksi museum di Indonesia sudah termasuk terbaik. Namun memang masih kurang pada aspek manajemen, marketing dan komitmen penganggaran.
Untuk komitmen penganggaran ini terbukti dengan minimnya anggaran yang diberikan pusat untuk revitalisasi cagar budaya dan museum tahun ini, Rp 50 miliar.
Atas hal tersebut, Putu menilai, peran stakeholder harus diperkuat lagi, seperti pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. “Contohnya, pemerintah Bali yang telah mendukung cukup besar untuk merevitalisasi cagar budaya dan museum,” ujar Putu.