Rabu 25 May 2016 16:36 WIB

Aktivis Dukung Kebijakan Setop PRT ke Timur Tengah

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Angga Indrawan
Menaker Hanif Dhakiri (kanan).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Menaker Hanif Dhakiri (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri mendapat dukungan atas kebijakan penutupan dan pelarangan penempatan pembantu rumah tangga (PRT) ke seluruh negara di kawasan Timur Tengah. Dukungan tersebut datang dari berbagai organisasi peduli TKI Arab Saudi.

"Seluruh aktivis peduli TKI menyampaikan keluhan mengenai banyaknya masalah TKI domestik sehingga mereka mendukung kebijakan pemerintah dalam menutup pengiriman TKI domestik ke seluruh negara di kawasan Timur Tengah," ujar Hanif seusai pertemuan dengan berbagai organisasi peduli TKI Arab Saudi, di Jeddah, beberapa waktu lalu.

Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai komponen organisasi peduli TKI Arab Saudi, antara lain Garda BMI, BMI-SA, Liputan BMI, dan Posper TKI. Hadir juga perwakilan organisasi keagamaan, yaitu PCI NU dan PCI GP Ansor serta perwakilan dari beberapa partai politik di Arab Saudi, yaitu PKB, PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan PKS.

Perwakilan dari Garda BMI, Dody, mengatakan, kebijakan pemberhentian TKI domestik ke Timur Tengah sangat penting. "Karena lebih banyak masalahnya ketimbang manfaatnya," ujarnya. Masalah-masalah tersebut antara lain perlakuan yang tidak manusiawi dari majikan, gaji yang rendah bahkan sering tidak dibayar, gaji yang diberikan majikan ke pembantu jauh lebih kecil dibanding ke perusahaan jasa TKI dan pelanggaran kontrak kerja.

Pihaknya bahkan pernah menemukan majikan melakukan kontrak dengan perusahaan jasa TKI sebesar SR 45 ribu per tahun atau setara dengan Rp 171 juta. Namun, perusahaan memberikan gaji kepada pembantu hanya SR 1.500 per bulan untuk membayar gaji atau setara dengan Rp 5,7 juta per bulan (Rp 68 juta per tahun).

Para aktivis juga meminta pemerintah mengatasi pengiriman TKI ilegal pascakebijakan penutupan pengiriman ke Timur Tengah. Pengiriman TKI ilegal ke Timur Tengah menggunakan visa umrah, dan visa ziarah. Modusnya, jumlah orangnya sama dalam satu rombongan antara keberangkatan dan kepulangan, tetapi daftar orangnya berbeda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement