REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta mengaku khawatir dengan temuan vaksin palsu yang sudah berproduksi sejak tahun 2003. Marius menyebut penemuan ini sebagai sesuatu yang emergency.
Marius memaparkan, peraturan Kementerian Kesehatan No 35 Tahun 2014 membuat Badan POM tidak dapat lagi melakukan pengawasan terhadap apotek-apotek. Kondisi ini membuat kesehatan masyarakat semakin tidak terjamin.
Marius mencontohkan, obat keras atau obat-obatan atas petunjuk dokter apabila melalui jalur resmi biasanya harus dibeli dari apotek. Sedangkan temuan Bareskrim atas vaksin palsu juga dari sebuah apotek di Jakarta, bukan dari pedagang.
"Jadi kalau seperti ini siapa yang mengawasi apotek? Sekarang yang ngawasin apotek saja tidak jelas, banjir lah yang model-model begini, ini adalah status emergency dari kementerian kesehatan," ujar dia.
Menurut Marius, vaksin yang dilakukan melalui suntikan bisa berbahaya apabila berisi zat yang berbahaya. Bisa saja isinya racun yang berbahaya bagi bayi dan menyebabkan kematian karena pabrik pembuatannya saja tidak steril dan tidak jelas.
"Ini kan vaksin loh suntik dan lagi bayi kan daya tahan tubuhnya rentan, jadi kemana pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan dalam pengawasan dan pembinaan. Ini sifatnya sangat-sagat amat emergency," ujar dia.