REPUBLIKA.CO.ID, TIGRAY -- Setiap hari Bihanu Haftu berjalan selama empat jam untuk mengambil air di wilayah Tigray di utara Ethiopia. Kekeringan telah melanda wilayah tersebut tahun ini dan anak-anak seperti Haftu harus berjuang di tengah kemiskinan.
"Kami mengambil air di gelas-gelas, kemudian membawanya pulang dengan jeriken. Saya jadi tak belajar di malam hari karena sudah terlalu lelah," kata bocah 13 tahun itu.
Haftu merupakan satu di antara 247 anak-anak di sub-Sahara Afrika yang menghadapi kemiskinan. PBB mengatakan, ia termasuk anak-anak yang harus bertahan hidup di tengah minimnya pendidikan dasar dan bahan kebutuhan lain.
Dalam sebuah laporan yang dirilis Selasa (28/6), badan anak-anak PBB UNICEF mengatakan pada 2030 diperkirakan ada 69 juta anak-anak yang terancam kematan dini jika para pemimpin politik gagal mengatasi ketidaksetaraan global.
Dilansir Aljazirah, laporan State of the World's Children pada 2016 mengatakan anak-anak terancam kematian akibat konflik kekerasan, keadaan darurat kemanusiaan, bencana alam dan krisis kesehatan.
Hampir setengah anak-anak Afrika terancam. Angola menduduki posisi puncak dalam daftar di seluruh dunia, dengan 157 dari 1000 anak di bawah lima tahun meninggal pada 2015. Kemudian tempat kedua adalah Chad dengan 139 kematian dan Somalia dengan 137 kematian anak.
Selain itu 167 juta anak-anak juga terancam menghadapi kemiskinan dan 750 juta anak dinikahkan pada usia dini, kecuali ada langkah pencegahan.
"Mengabaikan ratusan juta anak mendapat kesempatan hidup adil mengancam masa depan mereka. Itu membahayakan masa depan masyarakat mereka," kata Direktur Eksekutif UNICEF Anthony Lake dalam laporan tersebut.