Rabu 29 Jun 2016 13:34 WIB

Fahri Hamzah Bawa 41 Alat Bukti di Sidang Gugatan Elite PKS

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Fahri Hamzah
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Fahri Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang gugatan yang diajukan Fahri Hamzah terhadap beberapa elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Agenda sidang hari ini adalah penyerahan alat bukti dari pihak Fahri Hamzah.

Kuasa hukum Fahri Hamzah, Mujahid A Latif mengatakan pihaknya akan menyerahkan 41 alat bukti yang menguatkan gugatan kliennya terhadap beberapa elite PKS. Alat bukti tersebut, sambungnya berupa surat-surat yang diajukan oleh kliennya.

"Sejumlah 41 alat bukti berupa surat yang diajukan untuk mendukung dalil-dalil gugatan," ujarnya, Rabu (29/6).

Lebih jauh ia menjelaskan, alat bukti itu diantarannya terdiri dari notulensi pribadi Fahri Hamzah dengan kepengurusan baru Partai Keadailan Sejahtera yakni Salim Segaf Al Jufri, Hidayat Nurwahid, dan M Sohibul Iman.

Kemudian pada tanggal 10 Oktober 2015 Majelis Suro menegaskan tidak ada pergantian pimpinan DPR RI dan MPR RI yang berasal dari PKS. "Pernyataan ini menunjukkan pengakuan terhadap prestasi dan kinerja Fahri Hamzah sebagai pimpinan DPR RI," katanya

Kedua, bukti Whatsappa ajakan pertemuan dari Salim Segaf Al-Jufri kepada Fahri pada tanggal 1 Desember, 11 Desember dan 16 Desember 2015. Pertemuan tersebut menurut Mujahid awalnya hanyalah pertemuan pribadi namun sangat disayangkan saat ini diklaim sebagai pertemuan formal yang mengatas namakan institusi.

"Tidak bisa pertemuan yang di desain sebagai pertemuan pribadi mengatasnaman institusi, karena sebuah institusi partai terikat oleh aturan dan mekanisme yang diatur oleh AD ART dan Pedoman Partai di mana pengambilan keputusan memiliki mekanisme," jelasnya.

Ketiga perihal draf surat pengunduran diri Fahri Hamzah yang berasal dari Salim Segaf Al Jufri yang diserahkan oleh Sunmandjaja Rukmandis. Ia menilai surat ini adalah jebakan kepada Fahri seolah-olah surat itu dibuat sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain.

Penolakan Fahri Hamzah untuk menandatangani surat pengunduran diri inilah yang menjadi alasan utama kemudian Fahri Hamzah disidang namun dengan berbagai delik pelangaran baru yang dipaksakan.

Surat ini pun yang akhirnya membawa Fahri menggugat beberapa petinggi PKS. Namun setelah perkara tersebut dibawah ke pengadilan dan Fahri bersikukuh menolak menandatangani pihak PKS justru memunculkan segenap pelangaran yang diduga dilakukan oleh Fahri.

"Artinya pada dasarnya Fahri Hamzah tidak memiliki kesalahan apapun sebagaimana delik yang dituduhkan badan penegak disiplin organisasi," ujarnya.

Sedangkan Fahri sendiri menolak untuk menandatangani menurut Mujahid karena bagi Fahri pilihan pengunduran diri merupakan otoritas individu yang tidak mungkin bisa dipaksa oleh pihak manapun.

"Sehingga akibat penolakan tersebut kemudian Salim Segaf Al Jufri mengatakan bahwa akan ada konsekuensi yang berujung pada pemanggilan Fahri Hamzah oleh BPDO," katanya lagi.

Keempat pihaknya menilai surat panggilan BPDO dan Surat Panggilan Majelis Tahkim kepada Fahri Hamzah dan tanggapan atas surat-surat tersebut keseluruhannya cacat hukum. Alasannya karena tidak mengikuti standar sesuai AD/ART dan Pedoman Partai.

"Dominasi pendekatan kekuasaan menyebabkan mereka tidak menggunakan 'sense of justice, principle of morality' dalam menegakkan aturan. Dari bukti ini menunjukkan bahwa FH tidak diberitahukan apa pelanggaran yang dia perbuat sehingga dipanggil sidang," kata dia.

Kelima Surat Kementerian Hukum dan HAM yang menunjukkan belum adanya pengesahan atau pencatatan komposisi Majelis Tahkim pada Kementerian Hukum dan HAM sejak pertama kali Fahri dipanggil hingga dikeluarkannya putusan pemecatan.

Keenam, berdasarkan bukti-bukti yang ada, dapat disimpulkan bahwa permintaan mundur Fahri yang selanjutnya berujung pemecatan tidak dihasilkan melalui mekanisme syuro.

"Parahnya lagi keputusan besar tersebut justru dihasilkan dari pimpinan DPR RI memaklumi perbincangan informal beberpa orang tapi tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam AD/ART," ucapnya.

Ketujuh dokumen-dokumen yang diajukan kata dia menyimpulkan adanya pola 'tujuan menghalalkan cara'.  Sehingga tambahnya tindakan para tergugat dinilai tidak berdasarkan akal sehat dan ilmu hukum serta jauh dari pertimbangan keadilan dan pengakuan atas hak-hak pribadi seseorang sebagai warga negara.

"Semuanya dilakukan demi menjalankan misi yang penting Fahri disingkirkan dari PKS, Partai yang ikut dia dirikan dan besarkan sepanjang hayatnya," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement