REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjend TNI Tatang Sulaiman mengatakan pemerintah belum memutuskan untuk melakukan operasi militer untuk membebaskan Warga Negera Indonesia (WNI) yang disandera Abu Sayyaf.
Meski militer Indonesia diizinkan untuk memasuki wilayah perairan Filipina, tetapi hal itu tetap harus dilegalkan dalam bentuk perjanjian.
"Kita dengan negara tetangga saling menghargai, jadi kita belum ada status agreement. Kalaupun ada, harus ada dulu hitam di atas putih. tidak bisa hanya dengan lisan. Kesepakatan itu harus ada penandatanganan," ujar Tatang, Kamis (30/6).
Ia mengingatkan ada perjanjian internasional (UNCLOS 1982) Pasal 25 yang melarang pangkalan asing atau pasukan yang menduduki wilayah berdaulat. Dengan begitu, TNI tak bisa langsung bergerak membebaskan sandera.
Sementara mengenai kondisi sandera, ia mengatakan, dari tujuh WNI yang ada, empat WNI sudah terdeteksi lokasi dan kondisinya, sedangkan tiga lainnya belum diketahui.
"Tujuh sandera itu, kita memantau terus, pakai cara-cara lain. TNI tahu lah, posisi dimana kondisi gimana, kita ada perangkat punya itu. Posisi sudah tau, tujuh sandera aman. Tapi kita masih belum gerak, karena ada konstitusi itu. Pergerakan ada metode lain untuk memantau," ujar Tatang.