REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dirilis Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi Juni 2016 sebesar 0,66 persen secara bulan ke bulan (month to month) atau 3,45 persen secara tahunan (year on year/yoy). Inflasi ini merupakan terendah dari inflasi pada bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat mendorong inflasi rendah di akhir tahun.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, pada bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, inflasi sangat jarang berada di bawah satu persen.
"Belum pernah di bawah satu persen, bisa dibilang jarang ya. Paling rendah 0,8 persen. Ini sekarang 0,66 persen. Jadi nggak pernah serendah itu. Ini karena harga pangan cukup terkontrol,"ujar David Sumual pada Republika.co.id, Jumat (1/7).
David memaparkan, harga beras pada Ramadhan ini cenderung turun. Begitu juga harga cabai dan bawang yang biasanya naik tinggi, malah turun. Sedangkan daging, harga-harganya pun banyak yang turun di beberapa daerah akibat dari operasi pasar.
Meski tercatat rendah, David mengingatkan jika pada bulan ini, inflasi akan kembali naik. Penyebabnya, tuslah Lebaran untuk transportasi arus balik mudik akan terjadi di pertengahan Juli ini. Selain itu, kenaikan inflasi akan terjadi akibat dari pengaruh gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Di Juli ini ada demand pull inflation atau inflasi yang didorong oleh permintaan. Inflasi ini baru terjadinya karena THR atau gaji ke 13 dan 14, itu di Juli ini juga dominannya," kata David.
Meski di akhir tahun inflasi juga ada tren peningkatan, tapi David menilai tidak akan besar. Sehingga, ia memperkirakan inflasi tahun 2016 secara keseluruhan akan lebih rendah dari target BI yang sebesar empat persen plus minus satu persen. "Kelihatannya bisa lebih rendah, perkiraan saya ke arah tiga persen lebih condong," imbuhnya.
Selain itu, menurutnya pengaruh kebijakan tax amnesty harus dilihat juga, karena pengaruhnya gradual. Dana repatriasi tax amnesty ini, kata David, memang masuk besar di periode pertama ini, Juli hingga September. Namun, ini tidak masuk semua ke sektor riil secara langsung, tapi kebanyakan ke investasi portofolio.
"Jadi nanti secara gradual akan mempengaruhi juga. Terutama ke kurs dan inflasi nantinya," katanya.