REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyerukan militer Turki kembali ke barak. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan rencana militer di Turki untuk menggulingkan kekuasaan yang sah merupakan perlawanan terhadap demokrasi.
Stoltenberg dalam pernyataan resminya mengatakan, sudah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Turki Feridun Sinirlioglu. Ia menegaskan NATO hanya mendukung pemerintahan dan kekuasaan yang dipilih lewat cara-cara demokratis dan konstitusional.
"Kami menyerukan agar tetap tenang dan menahan diri. Kami meminta (militer di Turki) menghormati lembaga-lembaga demokratis dan konstitusi," demikian pernyataan tersebut, seperti dilansir The Guardian, Sabtu (16/7).
Turki dikejutkan dengan aksi kudeta militer pada Jumat (15/7) malam waktu setempat. Sejumlah armada perang keluar dari barak menguasai ibu kota dan menutup pintu keluar masuk ke negara itu.
Bandara Internasional Ataturk pun diambil alih militer, termasuk stasiun televisi dan radio resmi negara itu. The Guardian mengatakan, eskalasi militer di Turki, bisa menambah persoalan yang terjadi di Eropa dan NATO.
Turki merupakan salah satu negara terbesar di benua Eropa, meskipun bukan bagian dari Uni Eropa. Turki juga anggota NATO yang punya pengaruh lantaran jumlah personil militernya, salah satu yang terbesar.