REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK menerima 84 laporan gratifikasi terkait Idul Fitri 1437 Hijriah dengan nilai total lebih dari Rp 600 juta.
"Sampai hari ini kami menerima laporan gratifikasi terkait lebaran sebanyak 84 laporan dengan nilai total Rp679.458.000," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono di Jakarta, Selasa (19/7). Salah satu penyelenggara negara yang melaporkan penerimaan gratifikasi adalah Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo yang melaporkan tiga parsel Lebaran berupa barang pecah belah ke KPK, Senin (18/7).
Menurut Giri, gratifikasi Lebaran yang dilaporkan ke KPK didominasi uang tunai dengan persentase mencapai 85 persen.
Laporan tersebut berasal dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, anggota DPR dan DPRD, beberapa BUMN dan BUMD, pemerintah provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, pemerintah daerah di beberapa kota di Jawa Barat dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Dari sisi nilai gratifikasi, laporan gratifikasi dari Kemeterian ESDM dan DPR yang paling tinggi," ungkap Giri.
KPK akan mempelajari laporan tersebut sehingga dapa segera ditetapkan status kepemilikannya. "Apabila menjadi milik negara, maka barang akan dilelang secara terbuka. Kalau dalam bentuk uang langsung ditransfer ke kas negara. Jadwal (lelang) akan diumumkan Kementerian Keuangan," ujar Giri.
KPK sebelum Lebaran sudah mengeluarkan imbauan agar pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menerima gratifikasi, termasuk parsel menjelang hari raya Idul Fitri. Pegawai negeri terdiri atas pegawai negeri sipil, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, pegawai lembaga. Pegawai BUMN/BUMD di semua level.
Dalam tiga tahun terakhir, KPK sudah menerima laporan penerimaan gratifikasi sebanyak 5.187 laporan. Pada penjelasan Pasal 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi mengatur gratifikasi adalah pemberian bila terkait dengan jabatan, berkaitan dengan tugas dan kewajiban dan tidak dilaporkan dalam 30 hari kerja.
Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara. Pelanggar pasal tersebut dapat dipenjara minimal empat tahun hingga seumur hidup dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.