REPUBLIKA.CO.ID, Khitan tak sekadar prosesi. Khitan juga berarti sebuah perayaan. Paling tidak, hal ini menjadi salah satu tradisi saat pemerintahan Islam, Turki Usmani. Saat para pangeran dikhitan, istana menggelar perayaan yang juga melibatkan seluruh rakyat.
Terdapat sejumlah sumber sejarah yang mengisahkan khitan dan tradisi perayaan khitan pada masa Turki Usmani. Di antaranya, termuat dalam sebuah buku tentang bedah yang berjudul Jarrahiya Ilhaniye karya Sabuncuoglu.
Buku lainnya berjudul Shahinshahname yang ditulis pada masa pemerintahan Sultan Murat III. Buku ini mencatat berbagai peristiwa penting perayaan khitan putra Sultan Mehmet yang berlangsung pada 1582 Masehi.
Sedangkan kisah lainnya, terungkap melalui catatan yang disebut Surname, yang menceritakan tentang khitan anak-anak sultan penguasa Kekaisaran Turki Usmani. Pun, ada buku lainnya, Surname-i Vehbi, yang mencatat perayaan khitan empat putra Sultan Ahmed III pada 1720.
Keempat pangeran tersebut adalah Suleyman, Mehmet, Mustafa, dan Beyazid. Digambarkan pula bahwa beberapa ruangan di bagian Istana Topkapi dan Dolmabahce dijadikan tempat untuk melakukan pengkhitanan para pangeran. Terdapat air mancur yang dirancang khusus yang ditempatkan di depan ruangan tersebut. Air mancur itu dihiasi dengan gaya khas arsitektur Turki Usmani. Di ruangan itu, juga dilengkapi dua jendela pada setiap sisinya.
Tujuan dibuatnya air mancur itu adalah agar suara airnya yang bergemericik bisa menjadi sarana psikoterapi, memberikan ketenangan emosi, dan menghibur para pangeran yang dikhitan. Sehingga, mereka bisa melupakan rasa sakit setelah dikhitan.
Selain itu, suara air mancur juga bisa mengaburkan suara tangisan para pangeran setelah dikhitan. Dengan demikian, orang-orang yang berada di luar ruang khitan tak mendengar tangisan para pangeran. Secara khusus, setelah abad ke-15, perayaan khitan difokuskan di Istanbul kecuali perayaan pada 1675 Masehi.