REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat pleno PBNU melalui forum bahtsul masail "gagal" merumuskan hukum pengampunan pajak (tax amnesty) hingga rapat yang digelar di Pesantren KHAS, Kempek, Cirebon itu ditutup Senin.
"Musyawarah di forum bahtsul masail berlangsung alot dan tak menemukan rumusan," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat menyampaikan hasil rapat pleno.
Menurut Said Aqil, persoalan pengampunan pajak memang pelik. Namun, sesuai amanat rapat pleno, PBNU akan melanjutkan pembahasan hukum persoalan itu.
Menurut dia, pembahasan hukum pengampunan pajak merupakan bagian dari "keterpanggilan" NU untuk ikut memikirkan persoalan bangsa. "Masalah ini dibahas secara objektif tanpa tendensi politik," tandas Said Aqil.
Terkait pajak sendiri, NU berpendapat bahwa setiap warga negara yang sudah memenuhi syarat menjadi wajib pajak (WP) wajib membayar pajaknya kepada negara, dan negara wajib mengelola dana pajak tersebut dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan rakyat.
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin, Kempek, Cirebon tahun 2012 menegaskan bahwa penegakan hukum wajib dilakukan tanpa "tebang pilih", baik terhadap aparat perpajakan maupun terhadap wajib pajak yang melakukan kejahatan perpajakan.
Lebih lanjut Said Aqil mengatakan NU mendorong kepada warga negara Indonesia (WNI) untuk menginvestasikan uangnya di Indonesia serta mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan dan menciptakan iklim investasi yang berpihak kepada usaha kecil dan menengah.
Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menambahkan, untuk membahas lebih lanjut hukum pengampunan pajak, PBNU dalam waktu dekat akan mengundang para kiai, pakar ekonomi/pajak, dan pihak pemerintah.