REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk menambah bantuan dana negara untuk partai politik (parpol) dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dinilai perlu mendapat perhatian ketat. Pokok persoalannya, bukan pada apakah dana bantuan negara ke parpol meningkat atau tidak, melainkan bagaimana keseriusan persiapan parpol dalam mengelola uang negara.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan sebelum menaikan bantuan dana negara untuk parpol, ada beberapa hal yang perlu dilihat. Pertama, saat ini diskusi soal kenaikan bantuan dana negara untuk parpol didominasi pada asumsi bahwa parpol dan anggota parpol merupakan korban dari kebijakan minimnya dana parpol.
"Saat anggota partai ditangkap karena korupsi atau suap, maka kambing hitamnya adalah dana parpol yang minim," ujar Ray di Jakarta, Selasa (26/7).
Dia menyebut mungkin saja ada kontribusi antara minimnya dana parpol dan tingkat korupsi. Namun jangan lupa, faktor-faktor lain dalam rencana penaikan bantuan dana negara bagi parpol bisa berakibat menutupi satu lubang untuk membiarkan lubang lain terbuka.
Kedua, harus ada kajian objektif apakah perilaku korup anggota partai disebabkan oleh biaya parpol yang besar sedangkan pemasukan parpol sedikit. "Jika memang benar, perlu diselidiki apakah parpol mewajibkan anggotanya untuk menyetor ke kas partai. Dan seberapa besar kontribusi yang diwajibkan sehingga anggota partai kadang harus terjebak dengan korupsi dan suap," kata Ray.
Ketiga, perlu juga diperhatikan apakah faktor yang membuat biaya operasional partai begitu besar. Apakah model-model aktivitas partai seperti yang selama ini dilakukan sudah semestinya atau harus ditinjau ulang. Menurut Ray, banyak rapat-rapat umum dengan tujuan sekadar mobilisasi, seremoni-seremoni yang tak subtantif, pembuatan pernak pernik seperti baliho dan spanduk dalam setiap acara partai.
Ditambah lagi adanya sistem kepengurusan yang sentralistik dan memiliki banyak cabang yang harus dipenuhi dan dibiayai karena aturan UU. Ini bisa menjadi faktor membengkaknya biaya partai untuk hal-hal yang sejatinya tak substantif.