REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Vidyandhika Perkasa mengatakan sebagian besar masyarakat berpandangan fenomena korupsi mengalami peningkatan dibandingkan dua tahun lalu. Ia mengatakan demikian didasarkan dari hasil survei terhadap 3900 responden, dimana 66,4 persen masyarakat menilai ada peningkatan kasus korupsi.
"Sementara 10,8 persen berpandangan menurun, 21,3 persennya menilai tidak mengalami perubahan," ujar Vidya di acara rilis hasil Survei CSIS bertema 'Persepsi dan Pengalaman Masyarakat terhadap Fenomena Korupsi di Indonesia' di Auditorium CSIS, Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (26/7).
Menurutnya faktor yang dianggap menjadi penyebab meningkatnya korupsi adalah lemahnya penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera. Sebanyak 50,7 persen tersebut berpandangan lemahnya penegakan hukum itu membuat orang yang melakukan korupsi tidak menerima hukuman setimpal.
"Hal lain yang membuat masyarakat menilai korupsi semakin meningkat, umumnya mereka tahu dari maraknya pemberitaan di media massa," katanya.
Selain itu, yang membuat penyebab meningkatnya korupsi yakni masih tingginya budaya suap di masyarakat dimana sebanyak 16,2 persen berpandangan demikian, disusul tingginya biaya hidup yang tidak diimbangi dengan jumlah pendapatan.
Namun demikian, harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dan aparat pemberantasan korupsi dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi masih tinggi. Dalam survei juga didapat, bahwa KPK selalu menempati urutan pertama sebagai lembaga yang mendapatkan kepercayaan publik dibandingkan penegak hukum lainnya.
"Sebanyak 88,2 persen berpendapat paling bertanggungjawab dalam memberantas korupsi, 86 persen responden juga mengetahui program-program KPK, dan menilai program KPK paling efektif menekan korupsi," jelasnya.
Hal sama diungkapkan Peneliti CSIS lainnya Philips J Vermonte yang mengungkap, kepercayaan masyarakat juga masih tinggi kepada Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, masyarakat masih menaruh harapan besar terhadap presiden terkait upaya pemberantasan korupsi.
"Meski angka korupsi tinggi, optimisme masyarakat Indonesia tinggi terhadap Presiden dan KPK," ucapnya.
Hal ini pun yang menurutnya menjadi dorongan bagi Pemerintah untuk terus serius melakukan upaya pemberantasan korupsi. Pasalnya, meski 58,5 persen masyarakat berpendapat pemerintah sudah serius dalam pemberantasan korupsi, namun masih sebagian masyarakat yakni 32,4 persen berpendapat pemerintah belum benar-benar serius.
"Dalam bentuk konkrit, mereka enggak setuju KPK dibubarkan, harapan masyarakat di KPK tinggi, modalitas yang utama ini untuk terus tingkatkan pemberantasan korupsi," ujarnya.
Adapun dari hasil survei yang dilakukan pada rentang 17-29 April 2016 tersebut masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih toleran terhadap perilaku korupsi dibandingkan masyarakat perkotaan.
Adapun survei CSIS tersebut dilakukan terhadap 3.900 responden, dimana 2000 terdistribusi secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia. Sementara 1900 lainnya dipilih secara khusus di Aceh, Banten, Papua, Riau, Sumatera UUtara yang merupakan daerah prioritas pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara, survei dilakukan dengan melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan margin error sekitar 1,5 persen.