Senin 01 Aug 2016 17:44 WIB

Konferensi Ulama Internasional Sepakati Deklarasi Lombok

Ketua MUI Muhyidin Junaidi (kanan) didampingi Kepala Kantor Rabith Jakarta Syekh Fahd Alharbi (tengah) dan Ketua Wahda Islamiyah Zaytun Asmi, menyampaikan penjelasannya menegnai Konferensi Ulama Dunia IslamKerjasama MUI dengan Rabith Alam Islamiyah, di Jak
Foto: Republika/ Darmawan
Ketua MUI Muhyidin Junaidi (kanan) didampingi Kepala Kantor Rabith Jakarta Syekh Fahd Alharbi (tengah) dan Ketua Wahda Islamiyah Zaytun Asmi, menyampaikan penjelasannya menegnai Konferensi Ulama Dunia IslamKerjasama MUI dengan Rabith Alam Islamiyah, di Jak

REPUBLIKA.CO.ID,LOMBOK -- Konferensi Ulama Internasional yang berlangsung di Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada 30 Juli-1 Agustus 2016 menyepakati lahirnya Deklarasi Lombok dalam mencegah aksi terorisme dan sektarianisme.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Pusat KH Muhyiddin Junaidi di Lombok Barat, Senin mengatakan apa yang dihasilkan dalam deklarasi Lombok, adalah menjelaskan tentang Islam wasyatiah yakni Islam yang mencintai kedamaian, moderat dan menjaga toleransi.

"Saat ini dunia Islam dihadapkan pada persoalan terorisme dan sektarinisme. Sehingga, hadirnya deklarasi Lombok diharapkan bisa menjaga perdamaian dan stabilitas di antara negara Islam dan di luar non muslim," katanya.

Ia menjelaskan, dalam deklarasi Lombok itu, ada beberapa catatan penting yang menjadi perhatian para ulama, terutama dalam mencegah aksi terorisme dan sektarianisme. Antara lain negara-negara muslim harus mampu menjaga dan menciptakan kedamaian serta stabilitas di kawasan.

Selanjutnya, negara-negara Islam juga harus mampu membuat beberapa langkah strategis, terutama dalam menghadapi beberapa hambatan terkait terorisme dan sektarianisme. Membentuk lembaga atau komisi antar negara-negara Islam. Termasuk, memberikan pemahaman tentang ajaran Islam yang benar.

"Dibutuhkan juga program-program yang komprehensif terhadap negara-negara muslim, pendidikan melalui pondok pesantren dan membekali para guru dalam mendidik, khususnya untuk menjadi mubaliq yang dapat mencegah aktri terorisme dan sektarianisme," jelasnya.

Hadir dalam acara penutupan konferensi ulama internasional itu, Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir, Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, Sekretaris Jenderal Rabithal Al Alam Al Islami, Prof Dr Abdullah Bin Abdul Muhsin At-Turki serta ulama dari 12 negara di dunia.

Sementara Wakil Ketua MUI Pusat Yunahar Ilyas, menyatakan penyelenggaraan konferensi Islam yang di ikuti sejumlah negara muslim dan dilangsungkan di tengah kegiatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Nasional di NTB patut mendapat apresiasi dan menjadi sejarah baru bagi umat Islam di tanah air.

Meski di saat ini, ujarnya, sejumlah hambatan tengah dihadapi umat Islam di dunia, terutama terkait terorisme dan sektarinisme. Padahal, Islam mengajak pada toleransi, modernisasi dan keseimbangan.

"Di jelaskan dalam Alquran, barang siapa yang membunuh satu jiwa, sama halnya seperti dia telah membunuh banyak orang. Karenanya terorisme itu dilarang," ucapnya.

Menurut dia, Islam itu ajaran agama yang mengajak kedamaian dan keadilan. Sehingga, tidak boleh ada satu pun merusak pandangan itu. "Kita berharap dari konferensi ini, apa yang sudah di hasilkan bisa di aplikasikan dan terus ditingkatkan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement