Sabtu 06 Aug 2016 09:37 WIB

Produksi Ikan Turun 30 Persen di DIY

Red: Andi Nur Aminah
Nelayan mengangkut ikan hasil tangkapannya (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Nelayan mengangkut ikan hasil tangkapannya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Produksi ikan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta menurun 30 persen. Sebagian besar nelayan di daerah itu takut melaut akibat gelombang pasang di perairan Laut Selatan beberapa pekan terakhir. "Trip penangkapan turun karena gelombang pasang, ombak besar dan arus kencang," kata Kepala Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Suwarman Partosuwiryo di Yogyakarta, Sabtu (6/8).

Menurut Suwarman, produksi ikan tangkap menurun 30 persen dibanding periode Agustus 2015. Pada saat cuaca normal, hasil tangkapan ikan untuk sekali trip atau perjalanan melaut rata-rata bisa mencapai satu hinga dua ton ikan untuk kapal besar serta 30 hingga 40 kilogram tangkapan nelayan dengan kapal kecil.

Ia mengatakan pada umumnya nelayan telah memahami tingkat keamanan melaut sesuai kondisi cuaca yang ada. Sehingga DKP DIY tidak perlu mengeluarkan imbauan kepada nelayan terkait larangan melaut saat gelombang tinggi. "Umumnya nelayan sudah memahami kondisi cuaca di laut dan aman atau tidaknya melaut. Yang jelas kami selalu menekankan kepada nelayan untuk tetap lebih mengutamakan faktor keselamatan," kata dia.

Padahal, di sisi lain, Suwarman memprediksikan puncak musim ikan justru terjadi saat memasuki puncak musim kemarau saat ini. Sehingga seharusnya diharapkan perolehan hasil tangkapan ikan mampu memenuhi kebutuhan pasar.

Meski demikian, Suwarman optimistis target produksi ikan tangkap laut mencapai 7.600 ton selama 2016 atau meningkat 10 persen dari 2015 akan tercapai. "Kami optimistis seperti tahun-tahun sebelumnya, setelah siklus gelombang pasang, cuaca akan bagus dan hasil tangkapan ikan akan naik," kata dia.

Sebelumnya, peringatan dini cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai petir, gelombang tinggi, dan angin kecang telah dikaluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta untuk periode 16 hingga 21 Juli. Selanjutnya kembali diterbitkan peringatan dini cuaca ekstrem untuk periode 21 hingga 23 Juli 2016.

Cuaca ekstrem tersebut disebabkan adanya tekanan udara rendah di Perairan Barat Daya Pulau Jawa karena di area laut tersebut memiliki suhu yang hangat atau panas dibandingkan dengan area laut lainnya. "Masyarakat kami imbau tetap waspada. Kondisi laut dan atmosfer juga selalu berubah-ubah setiap saat," kata Koordinator Pos Klimatologi dan Geofisika BMKG Yogyakarta Joko Budiono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement