Senin 08 Aug 2016 04:50 WIB

Pakar Sarankan Ahok Cabut Uji Materinya

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Teguh Firmansyah
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Foto: Foto : Mgrol_76
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebaiknya mencabut permohonan uji materi  atas Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, khususnya terkait pasal yang mengatur calon pejawat wajib cuti selama masa kampanye berlangsung.

"Saya menyarankan Pak Basuki atau Ahok mencabut saja permohonannya itu. Sebab ini terkait dengan etika bernegara yang seharusnya ditunjukkan oleh Pak Ahok, yaitu etika politik dan pemerintahan yang tertuang dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2001," ujar Pakar Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, kemarin.

Secara normatif, lanjut dia, Ahok mempunyai hak konstitusional untuk mengajukan pengujian undang-undang Pilkada. Jadi dalam hal kedudukan hukum atau legal standing dia sebagai pemohon tampaknya tidak akan bermasalah di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hanya saja, dari sisi etika ketatanegaraan, muncul problem ketika seorang Gubernur sebagai "pelaksana undang-undang" hendak menyoal ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

"Ketika dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok kan sudah mengucap sumpah/janji untuk menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya," kata dia.

Baca juga, Akhirnya Ahok Pilih Maju Lewat Partai Politik.

Ia menjelaskan undang-undang Pilkada yang di dalamnya mengatur ketentuan cuti selama masa kampanye bagi calon pejawan itu merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang semestinya dilaksanakan oleh Pak Ahok dalam posisinya sebagai Gubernur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement