REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Presiden Joko Widodo mengungkapkan seorang warga negara Indonesia kembali diculik oleh kelompok Abu Sayyaf Filipina saat berada di kapal Malaysia. Namun pembebasan WNI dinilainya tidak bisa dilakukan secepatnya karena terjadi di wilayah negara lain.
"Kita harus mengerti yang dicegat itu kan kapal Malaysia yang kebetulan ada warga negara kita," kata Presiden usai acara sosialisasi amnesty pajak di Bandung, Senin (8/8).
Jokowi mengakui bahwa permasalahan penyanderaan ini tidak bisa segera diputuskan dengan cepat pembebasannya karena berada di wilayah negara lain. "Ini sekali lagi, kita harus tahu, ini bukan wilayah kita yang tidak bisa dengan cepat memutuskan untuk intervensi dengan kehendak kita. Ini di wilayah teritori negara lain," kata Presiden.
Jokowi juga mengungkapkan saat ini pihak Filipina telah menggempur dan mengepung wilayah-wilayah yang diduga menjadi basis kelompok Abu Sayyaf. Warga negara Indonesia, Herman bin Manggak, kapten kapal pencari udang milik Malaysia itu disandera saat melaut di wilayah Kinabatangan, Sabah, perbatasan laut Filipina dengan Malaysia, Rabu (3/8).
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Armanatha Nasir mengatakan saat peristiwa penculikan Herman, sebenarnya ada dua ABK lainnya yang turut disandera, namun dua ABK yang terdiri atas satu WNI dan satu WN Malaysia tersebut telah dibebaskan. Penculikan ini menambah korban WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf menjadi 11 orang, yakni tujuh awak kapal kapal TB Charles yang diculik pada akhir Juni lalu dan tiga orang warga Indonesia di wilayah perairan bagian timur negara bagian Sabah, Malaysia pada akhir Juli 2016.