REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pungutan yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit Kementerian Keuangan untuk pengembangan program biodiesel saat ini tersedia Rp 1,6 triliun dan akan terus bertambah menyusul masih adanya ekspor CPO hingga akhir 2016.
"Dana sebesar itu cukup untuk menjalankan program biodiesel sawit bulan Agustus dan dana itu kita nilai cukup mengingat masih ada pungutan dalam beberapa bulan ke depan," kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi saat pembukaan 'Focus Group Discussion' Konsep Kebijakan Pemanfaatan Biodiesel di Jakarta, Kamis (11/8).
Menurutnya, dengan dana yang tersedia sebesar itu maka masih memadai untuk menjalankan program biodiesel sawit sampai akhir 2016 hingga bulan-bulan pertama 2017. Program biodisel sawit yang dicanangkan pemerintah sekitar Agustus 2015, katanya, tenyata cukup memberikan dampak positif bagi harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), meskipun dalam beberapa kali terus alami koreksi akibat lesunya pasar minyak nabati di pasar internasional.
"Bahkan sejumlah analis dunia mengatakan membaiknya harga CO di pasar domestik dan dunia antara lain disebabkan adanya program biodisel sawit yang dicanangkan Indonesia," kata Bayu.
Harga tandan buah segar (TBS) misalnya, yang sebelumnya alami penurunan hingga hanya mencapai Rp 800-Rp 900 per kilogram, kini alami kenaikan cukup signifikan hingga 93 persen akibat didorong adanya prgram biodisel sawit oleh Pemerintah Indonesia.
"Jadi program biodisel sawit ternyata mampu membantu dan menjaga salah satu industri strategis khususnya yang berbasis sawit," katanya.
Jumlah biodisel sawit yang terserap juga mengalami peningkatan, yaitu pada kuartal I 2015 mencapai 517 ribu kiloliter, sementara pada kuartal I 2016 naik menjadi 658 ribu kiloliter. Sementara besarnya selisih harga biodisel sawit yag harus dibayar BPDP pada kuartal I 2016 sebesar Rp 3.125 per liter, sedangkan pada kuartal II 2016 sebesar Rp 6.061 per liter.
Bayu mengatakan, selama 2016 ini situasi CPO di Indonesia memamng masih belum terlalu menggembirakan mengingat ekspornya masih belum membaik, bahkan ada kecenderungan turun. Pada kuartal I 2015 ekspor CPO mencapai 1,71 juta ton dan kuartal I 2016 turun jadi 1,14 juta ton.
Sebaliknya ekspor turunan CPO justru mengalami kenaikan, yaitu pada kuartal I 2015 mencapai 3,43 juta ton naik pada kuartal II 2016 menjadi 3,66 juta ton. Dia mengatakan, situasi anomali ninyak nabati saat ini masih terjadi di pasar dunia.