REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian remisi kepada sejumlah narapidana korupsi dinilai mengurangi efek jera.
"Kami menyesalkan sebegitu banyak remisi sehingga membuat efek jera berkurang. Sebagai penegak hukum kami sudah membangun kasus sedemikian rupa sampai dakwaan dan tuntutan tapi setelah in cracht (berkekuatan hukum tetap) malah ada ada remisi yang mengurangi masa tahanan," kata pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, Kamis (18/8).
(Baca juga: Yasonna: 428 Napi Korupsi Berhak Dapat Remisi)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 memberikan remisi kepada mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menjadi narapidana kasus korupsi wisma atlet SEA Games 2011 mendapatkan remisi sebanyak 5 bulan satu bulan, sedangkan istrinya Neneng Sri Wahyuni mendapat remisi 6 bulan sebagai narapidana kasus korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Sedangkan untuk narapidana korupsi lainnya seperti Sutan Bhatoegana, Anas Urbaningrum, Andi Alifian Mallarangeng, Suryadharma ALi, Dada Rosada, Angelina Sondakh, mantan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Hanura Dewie Yasin Limpo tidak mendapatkan remisi.
"NSW (Neneng Sri Wahyuni) dan MNZ (Muhammad Nazaruddin) ada surat keterangan Justice Collaborator-nya. Tapi sebenarnya KPK hanya memberi surat keterangan JC, kalau Kemenkumham meminta rekomendasi, kita sampaikan apakah surat keterangan JC itu terbit atau tidak. Jadi KPK hanya membalas surat dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, bukan KPK yang merekomendasikan untuk remisi," tambah Yuyuk.
Menurut Yuyuk, KPK pernah menerbitkan surat keterangan telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memperoleh hak remisi berdasarkan surat KPK No KET-30/55/07/2014 pada 21 Juli 2014.
"Tapi untuk rekomendasi pemberian hak asimilasi dan pembebasan bersyarat atas nama NSW tidak pernah diberikan," ungkap Yuyuk.