REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan, langkah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggugat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah kesalahan besar.
Ia mengatakan MK telah mengeluarkan putusan inkracht terkait keharusan pejawat (incumbent) untuk cuti selama kampanye. Putusan itu merupakan hasil gugatan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, terhadap Pasal 58 huruf q UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 (Revisi UU Pemda).
Gugatan itu dilakukan pada 2008 silam. Kala itu, MK memutuskan Pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Tidak hanya itu, putusan tersebut juga menjadi dasar UU Pilkada selanjutnya, terutama yang menyebut pejawat tidak perlu mundur, tapi harus cuti di luar tanggungan negara.
"Aturan pejawat mengundurkan diri diubah dan diganti hanya kewajiban cuti," katanya, Senin (22/8).
Artinya, jika Ahok kembali menggugat aturan tersebut, langkahnya tidak tepat karena ada asas negis in idem yaitu satu pokok perkara yang sama tidak dapat diuji kembali.
''MK kan sudah pernah memutuskan yang konstitusional itu kan adalah pejawat yang mau maju, dia harus mengajukan cuti. Kalau Ahok masih mau mengajukan permohonan, ya tidak bisa dan tidak tepat, karena ada asas Negis In Idem. Itu kan sudah pernah diputus sebelumnya,'' ujar Feri.