REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Inflasi Kota Surabaya berperan cukup signifikan terhadap penghitungan inflasi Provinsi Jawa Timur. Porsinya mencapai 50 persen, lebih besar dibandingkan tujuh kota IHK lainnya.
Namun, saat ini Kota Surabaya belum membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Sementara 37 kota/kabupaten lainnya di Jatim telah membentuk TPID.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Benny Siswanto, menyatakan inflasi di Surabaya sangat penting bagi Jatim karena bobotnya begitu besar, sekitar 50 persen terhadap pembentukan inflasi Jatim.
"Sehingga apabila Surabaya tidak dikendalikan maka akan memperburuk inflasi Jatim," jelasnya kepada wartawan seusai Rapat Koordinasi TPID se-Jatim di Surabaya, Jumat (9/9).
Benny menambahkan, bobot inflasi Surabaya yang sebesar 50 persen terhadap inflasi Jatim tersebut menuntut TPID Jatim harus mampu berkomunikasi dengan institusi di Kota Surabaya. Menurutnya, hal itu sudah dilakukan, salah satunya dengan Forum Pengendalian Harga bentukan Pemkot Surabaya.
"SK TPID ada di Kota Surabaya, cuma tidak diperpanjang Ibu Wali [Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini], kami akan koordinasikan," imbuhnya.
Benny menyebut, inflasi Kota Surabaya yang berpengaruh sangat besar, pada Agustus 2016 inflasi tahunan Kota Surabaya sebesar 3,16 persen (yoy), sehingga membawa inflasi Jatim sebesar 2,78 persen (yoy).
Secara bulanan, Jatim mengalami deflasi pada Agustus 2016 sebesar 0,05 persen. Dari delapan kota IHK di Jatim, tujuh kota mengalami deflasi dan satu kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Kediri sebesar 0,57 persen, diikuti Kota Madiun sebesar 0,52 persen, Kabupaten Sumenep sebesar 0,43 persen, Kabupaten Jember sebesar 0,30 persen, Kota Probolinggo sebesar 0,20 persen, Kabupaten Banyuwangi sebesar 0,14 persen, dan deflasi terendah terjadi di Kota Malang sebesar 0,03 persen. Sedangkan inflasi terjadi di Kota Surabaya sebesar 0,10 persen.
"Sementara yang lain deflasi khususnya Agustus, Surabaya inflasi. Ini artinya kami katakan ini tidak bisa menjadi pembiaran," ujarnya.
Benny menambahkan, Kota Surabaya memiliki karakteristik agak berbeda dalam pembentukan inflasinya dibandingkan tujuh kota IHK lainnya di Jatim. Komponen pembentukan inflasi di Kota Surabaya terdapat sektor transportasi dan pendidikan. Selain itu, Surabaya minim lahan pertanian, sehingga persediaan bahan pangan tergantung suplai dari daerah lain. "Ini perlu diatur, sehingga harga-harga di sini tidak mahal," ungkapnya.