REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap kuota distribusi gula impor (sebelumnya, disebut impor gula) yang menjerat Ketua DPD Irman Gusman. Salah satunya, termasuk informasi mengenai komitmen fee antara Irman dengan CV Semesta Berjaya untuk distributor gula di Sumatera Barat.
"Itu masih kita didalami," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta pada Selasa (20/9) malam.
Hal itu termasuk soal berapa kuota yang direkomendasikan Irman kepada pihak Bulog untuk CV tersebut.
Priharsa juga ingin menjelaskan pertanyaan sejumlah pihak, terkait kecilnya nilai uang suap kepada Irman dan tidak adanya kerugian negara. Menurut dia, dasar KPK menangkap Irman lantaran yang bersangkutan sebagai penyelenggara menerima suap tersebut yang tentu bertentangan dengan kewajibannya.
Selain itu, pengurusan distribusi gula impor diketahui bukanlah wewenang Irman sebagai Ketua DPD RI. "Karena yang diduga melakukan pengaturan tidak melulu punya kewenangan secara langsung, tapi bisa saja menawarkan jasa menjanjikan untuk pengurusan, memiliki akses kepada yang punya kewenangan, tidak harus dalam posisi sebagai pemilik kewenangan," kata dia.
Adapun kasus ini bermula, tangkap tangan KPK pada Jumat (16/9) malam. Mereka yakni Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto (XXS), Istri CV Semesta Berjaya, Memi (MMI), Adik Kandung Xaveriandy, Wily (WS) dan Ketua DPD, Irman Gusman (IG). Namun dari keempatnya, yang ditetapkan sebagai tersangka hanya tiga orang yakni XXS, MMI dan IG.
Irman diduga menerima suap dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto (XXS) dan istrinya Memi (MMI) sebesar Rp 100 juta. Suap yang diterima Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh bulog kepada CV Semwsta Berjaya di tahun 2016 untuk Provinsi Sumatera Barat.
Sebagai pemberi suap, XXS dan MMI disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau hurug (b) atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sedangkan IG sebagai penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.