REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar toksikologi forensik asal Australia Michael Robertson, yang menjadi saksi ahli dalam kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin, mengatakan formalin dapat mengurai sianida.
"Sianida itu terurai seiring berjalannya waktu. Jadi bisa saja terjadi sianida tidak ditemukan pada jenazah setelah lima hari meninggal dunia," ujar Michael di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/9).
Namun saksi ahli dari pihak Jessica Wongso itu menambahkan, dalam kasus Mirna, Michael tetap menganggap sianida seharusnya masih bisa ditemukan dalam jumlah besar di lambung dan urine.
Hal ini karena berdasarkan keterangan BAP, dosis sianida yang dikonsumsi korban, adalah 297,6 miligram dalam 20 mililiter kopi, sementara sesuai barang bukti (BB) V (lima), sianida dalam lambung "hanya" 0,2 miligram/liter.
Adapun jenazah Mirna diawetkan dengan tiga liter formalin sehari setelah dinyatakan meninggal dunia di RS Abdi Waluyo. Formalin dipompa oleh dokter forensik melalui pembuluh darah vena.
Setelah itu, sekitar tiga atau empat hari setelahnya dilakukan pemeriksaan atas lambung, hati, empedu serta urine Mirna, dan didapatkanlah nilai 0,2 miligram perliter sianida dari dalam lambung seperti yang ada pada BB V.
Menurut Michael, formalin yang dialirkan dari pembuluh darah memang bisa mengurai sianida dari dalam darah, serta hati dan empedu, tetapi tidak bisa sampai ke urine.
Bahkan asam tiosianat, unsur yang diyakini sebagai bioindikator keracunan sianida, juga bisa hilang jika bersinggungan dengan formalin.
Akan tetapi, Michael menganggap semua itu tetap sebagai "kemungkinan yang bisa terjadi" dan tidak bisa dipastikan tanpa adanya pemeriksaan yang rinci dan menyeluruh, termasuk melalui otopsi yang tidak dilakukan karena keluarga korban tidak setuju.
Wayan Mirna Salihin tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak kopi es vietnam yang dipesan oleh temannya, terdakwa Jessica Kumala Wongso.