REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi V DPR RI, yang juga terdakwa kasus suap proyek jalan, Damayanti Wisnu Putranti berjanji membantu KPK mengusut tuntas kasus yang berkaitan dengan Komisi V DPR RI. Hal itu disampaikannya usai Majelis Hakim memvonis Damayanti dengan hukuman 4,5 penjara, dimana pertimbangan majelis salah satunya penetapan Damayanti sebagai justice collaborator.
"Konsekuensi sebagai justice collabolator adalah membantu KPK membuka kasus komisi 5 DPR ini sampai gamblang, sampai selesai," ujar Damayanti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (26/9).
Kuasa hukum Damayanti, Wirawan Adnan mengatakan hampir semua materi pembelaan Damayanti dikabulkan oleh majelis hakim. Salah satunya permohonan sebagai justice collaborator. Apalagi permohonan pihaknya agar tidak ditetapkan sebagai pelaku utama juga dikabulkan majelis hakim.
"Berbeda kan dengan pendapat penuntut umum bahwa kita ini adalah pelaku utama. Tapi bukan intelektual leader. Kalau bukan pelaku utama kan telah disebutkan dalam pembelaan kami. Pelaku utamanya adalah atasan-atasannya Damayanti," kata Wirawan.
Sehingga kata dia, kliennya siap membantu mengungkap kasus tersebut secara terang benderang. Wirawan pun tidak menampik jika nantinya, keterangan Damayanti akan bermuara kepada anggota Komisi V DPR lainnya.
"Ya secara spesifik atasannya Damayanti kan ketua Komisi. Jadi kami mengarahnya ke sana yang harusnya itulah tindak lanjut dari damayanti itu," kata dia.
Diketahui, Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Ia juga diharuskan membayar denda Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan penjara.
Majelis menilai Damayanti telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali sebagaimana dakwaan pertama. Ia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Namun, majelis hakim tak sependapat dengan penuntut umum ihwal tuntutan pencabutan hak politik untuk dipilih. Hakim menilai hukuman pidana sudah cukup bagi terdakwa supaya tidak mengulangi perbuatannya tersebut. "Majelis tidak sependapat dengan penuntut umum, hukuman pidana penjara sudah memberikan efek jera terhadap terdakwa," ujar Hakim Sigit Herman Binaji.
Adapun putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa pada KPK yang menuntut pidana 6 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih setelah lima tahun selesai menjalani pidana pokok.