REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Majelis Ulama Indonesia Kota Mataram meminta pemerintah daerah menindak tegas perusahaan yang melarang karyawatinya berhijab, bahkan dengan mencantumkannya menjadi salah satu persyaratan rekrutmen karyawati.
"Persyaratan rekrutmen calon karyawati dengan mencantumkan tidak berhijab sebuah kekeliruan, apalagi Islam merupakan agama mayoritas," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mataram H Muhtar di Mataram, Selasa (27/9).
Pernyataan itu dikemukakannya menanggapi adanya salah satu mal di Kota Mataram yang membuka lowongan kerja sebagai "customer service", dimana dari 8 persyaratannya salah satunya berpenampilan menarik (tidak menggunakan jilbab/hijab).
Muhtar mengatakan, umat Islam memiliki payung agama serta payung hukum, dan berhijab merupakan salah satu ajaran dalam agama Islam. "Jika ada larangan, berarti payung agama dan payung hukum kita sudah diporak porandakan, karenanya pelakunya harus ditindak tegas," katanya.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan komunikasi dengan beberapa pihak terkait di jajaran Pemerintah Kota Mataram untuk menindaklanjuti apa yang menjadi laporan masyarakat. "Kondisi ini harus segera kita sikapi agar tidak menjadi masalah berkepanjangan, karena hal serupa juga pernah terjadi satu tahun lalu," katanya.
Untuk itu selain tidakan, pengawasan juga harus terus dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, agar kasus ini tidak terjadi berulang kali. Sementara pihak mal yang berkompetan menjelaskan masalah tersebut saat hendak dikonfirmasi belum dapat ditemui karena sedang berada di luar kantor.
"Maaf bapak lagi keluar dan kami tidak punya nomor kontaknya," kata salah satu petugas di mal kepada wartawan saat meminta nomor "hand phone" penanggung jawab mal tersebut.