Ahad 02 Oct 2016 21:16 WIB

Keresahan Sekeluarga di Jembrana yang Tanahnya Dibuldoser Pemkab

Rep: Ahmad Baraas/ Red: M.Iqbal
Lambang Kabupaten Jembrana
Foto: en.wikipedia.org
Lambang Kabupaten Jembrana

REPUBLIKA.CO.ID,JEMBRANA - Pemerintah Kabupaten Jembrana, Bali, dinilai bertindak sewenang-wenang lantaran telah membuldoser tanah milik warganya Samsi (58 tahun). Akibat tindakan tersebut, warga Tukadaya, Kecamatan Melaya, itu merasa resah.

"Kami sudah menghalangi dan melawan agar tanah tidak dibuldoser. Tapi aparat desa meneror kami," kata Samsi, di Nugara, Ahad (2/10).

Laki-laki berprofesi sebagai sopir truk itu mengaku, bukan hanya dia, tapi saudara, anak, dan keluarganya kini resah, karena diintimidasi oleh aparat desa. Mereka ingin Samsi dan keluarganya membiarkan pemkab membuldoser dan meratakan tanah yang dia warisi dari ayahnya.

Tanah milik Samsi dibuktikan dengan Pipil Nomor 1267 atas nama Mursid. Mursid adalah kakek Samsi dan telah meninggal beberapa tahun silam. 

Sebagian tanah warisan Mursid, sudah disertifikatkan atas nama ahli waris yang lain. Sedangkan tanah yang menjadi hak Samsi belum disertifikatkan, karena belum punya biaya untuk mengurus sertifikat.

"Saya heran, kenapa Pemerintah Kabupaten Jembrana ngotot untuk membuldoser tanah saya," kata Samsi. Ketika dihuhubungi untuk dikonfirmasi, Kabag Humas Pemkab Jembrana, I Made Budiartha, tidak berhasil dihubungi. 

Namun berdasarkan surat yang dikeluarkan Bupati Jembrana Nomor 331.1/469/Pol PP/2015 tertanggal 17 Maret 2015, telah memerintahkan kepada Samsi untuk membongkar bangunan di lokasi tanahnya, karena dianggap melanggar sempadan sungai. Perbekel Desa Tukadaya, I Made Budi Utama, dalam suratnya bernomor: 300/572/I/2016, tertanggal 26 Februari 2016, kembali mengingatkan Samsi untuk membongkar bangunan miliknya. 

Sudah sejak sepekan terakhir, Budi Utama mengerahkan buldoser meratakan tanah milik Samsi. Menurut Samsi, pada 2015 aparat desa sudah merobohkan dua bangunan darurat miliknya, yakni bangunan yang digunakan surau untuk anak-anak mengaji. Sedangkan bangunan lainnya adalah bangunan darurat yang digunakannya untuk duduk-duduk setelah selesai berkebun.

Menurut Samsi, selain bangunan yang sudah dirobohkan oleh aparat desa pada 2015, tidak ada lagi bangunan di atas tanah seluas 1.750 meter persegi itu. Karena itu dia bertanya-tanya, apa lagi tujuan Pemkab Jembrana melalui aparat desa membuldoser tanah miliknya.

"Itu kan tanah kebun, untuk menanam pohon pisang, pohon singkong. Apa iya untuk sempadan sungai tidak boleh menanam pohon-pohonan," kata Samsi dengan nada tanya. Bahkan Samsi mempertanyakan, pembuldoseran tanah itu, yang dibentuk seperti membuat jalan baru. 

Dia juga mempertanyakan surat Perbekel Tukadaya, yang menjadikan hasil rapat tokoh masyarakat untuk membuldoser tanahnya. "Itu tanah kan jadi hak saya," ujar Samsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement