REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Pratama mengatakan, amnesti pajak merupakan kesempatan yang berhak dinikmati para pelaku UMKM.
Ia menjelaskan, UMKM secara keseluruhan adalah basis perekonomian Indonesia. Fakta menunjukkan, ketika terjadi krisis 1998 UMKM mampu bertahan dan menopang perekonomian Indonesia. "Dari sisi pajak, saat ada krisis moneter, dunia goyang, penerimaan pajak kami turun," ujarnya dalam sosialisasi Amnesti Pajak untuk UMKM di restoran Kampoeng Anggrek, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (5/10).
Ia mengakui, hal itu terjadi karena selama ini pelaku UMKM tidak membayar pajak sementara pengusaha besar tersebut yang membayar pajak, sehingga berpengaruh ke pajak. "Tax amnesty adalah untuk seluruh wajib pajak," tegas dia.
Amnesti pajak atau tax amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Namun, ia mengatakan pelaku UMKM yang ditargetkan adalah khususnya pelaku usaha dengan penghasilan mencapai Rp 300 juta.
"Tidak sentuh mikro yang di bawah 300 juta. Kios-kios kecil di pasar tradisional, mereka bukan WP karena di bawah PTKP (penghasilan tidak kena pajak)," katanya.
Ia kembali menegaskan pihaknya tidak menyasar pasar tradisional, pedagang asongan maupun pedagang gendongan karena berpenghasilan di bawah PTKP. "Mungkin kalau pasar Tanah Abang, pasar Glodok yang memang penghasilan bersihnya di atas PTKP ya itu mungkin ya (menjadi wajib pajak)," ujarnya.
Ditjen pajak memberikan kisaran 0,5 hingga 2 persen untuk para pelaku UMKM yang mengikuti amnesti pajak. Angka tersebut didasarkan pada jumlah harta yang dilaporkan. "0,5 kalau total harta yang diungkapkan sampai dengan Rp 10 miliar, dua persen kalau total harga yang diungkapkan lebih dari Rp 10 miliar," kata Yoga.