REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi menjadi fenomena gunung es. Ribuan orang yang bermukim di Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, Jawa Timur, menjadi bukti sahihnya. Mereka rela menjadi pengikut Dimas Kanjeng demi mendapatkan uang yang berlipat ganda.
Padahal, sudah terbukti bahwa duit yang digandakan Dimas Kanjeng merupakan uang palsu. Dimas Kanjeng juga diduga melakukan penggandaan uang dengan menipu para pengikutnya. Lewat jubah-jubahnya yang berkantong banyak, dia mendemonstrasikan keahliannya menggandakan uang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melakukan kajian terkait ajaran yang dipraktikkan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan pengikutnya di padepokan. Menurut Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, fatwa terkait ajaran Dimas Kanjeng akan terbit dalam waktu dekat. Namun, Kiai Ma'ruf memastikan, ada indikasi sesat dari ajaran ini. Indikasi kesesatan itu, menurut Rais Aam PBNU ini, karena Dimas Kanjeng menyampaikan ajaran bahwa dirinya merupakan tokoh yang kun fa yakun. "Artinya, lambang sebagai yang bersifat Tuhan," kata Kiai Ma'ruf.
Pengakuan Dimas Kanjeng bahwa dia memiliki peliharaan jin untuk menggandakan uang kepada petugas polisi pun menjadi pertanyaan. Kalaupun hubungan antara Dimas Kanjeng dengan jin benar adanya, hubungan tersebut merupakan hubungan terlarang. Sesuai dengan firman Allah SWT.
"Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (manusia dan jin), (dan Allah berfirman), 'Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia.' Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia, 'Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami (manusia) telah mendapat kesenangan dari sebagian yang lain (jin) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.' Allah berfirman, 'Neraka itulah tempat tinggal kamu semua, sedang kamu semua kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)'," (QS al-An'am [6]: 128).
Di dalam tafsirnya, Ibnu Katsir rahimahullah juga mengutip perkataan al-Hasan, "Arti sebagian jin dan manusia saling mendapat kesenangan satu sama lain, tidak lain ialah jin telah memerintahkan dan mempekerjakan manusia." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dengan diringkas, tentang surah al-An'am [6]: ayat 128).
Dalam beragama, kita pun diperintahkan menggunakan akal pikiran, termasuk saat menyaksikan fenomena sosial, seperti Dimas Kanjeng. Sudah seyogianya kita bertanya kepada jiwa, apakah masuk akal uang tersebut digandakan dalam sekejap? Islam adalah agama yang memberikan penghargaan tinggi terhadap akal. Kata Rasulullah SAW, ''Agama ialah penggunaan akal, tiada arti agama bagi orang yang tidak mempergunakan akalnya.'' Alquran menyebut kata akal lebih dari 50 kali, semua menunjukkan perintah bagi manusia agar mau mempergunakan akalnya.
Firman-Nya, ''Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar akan bertemu dengan Tuhannya.''(QS ar-Rum: 8).
Tak hanya itu, Rasulullah SAW pun melarang keras umatnya untuk mendatangi dukun semacam Dimas Kanjeng. Shalat seorang Muslim akan percuma jika dia percaya kepada manusia seperti Dimas Kanjeng. "Barang siapa yang datang kepada tukang ramal (ahli nujum), lalu menanyakan sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam."
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah mengeluarkan fatwa tentang perdukunan dan peramalan. Menurut MUI, segala bentuk praktik perdukunan (kananah) dan peramalah (iraafah) hukumnya haram. Begitu juga memublikasikannya. Haram juga orang yang memanfaatkan menggunakan dan atau memercayai segala praktik tersebut.
Sebenarnya, kemunculan Dimas Kanjeng Taat Pribadi tidak perlu terjadi andai umat Islam bisa memaknai dan mengamalkan tuntunan agama untuk mencari harta. Allah SWT menyuruh kepada para hamba-Nya untuk berpayah-payah mencari rezeki yang halal. "Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah." (QS al-Muzzammil [73]: 20)
Nabi dan rasul yang diutus Tuhan pun bekerja mencari nafkah yang halal dan thayib. Status sebagai utusan Tuhan tak membuat mereka jemawa lantas meminta deskresi agar turun uang dari langit. Sejarah mencatat bagaimana Nabi Adam bercocok tanam, Nabi Idris menjahit, Nabi Daud bekerja membuat baju besi, Nabi Musa menggembala, dan Rasulullah Muhammad SAW berdagang. Semestinya, kita belajar dari Nabi dan Rasul yang notabene makhluk paling dekat dengan Tuhan. Walllahua'lam.