REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Direktur RSUD Prof dr WZ Johanes Kupang, Dominikus Mere mengakui, rumah sakit milik daerah itu mengalami kekurangan stok obat-obatan sejak April 2016 karena anggaran yang disiapkan pada 2016 terbatas. Akibatnya, pasien BPJS harus membeli obat dari luar.
"Kekurangan stok obat-obatan karena anggaran yang disiapkan pada 2016 lebih sedikit dibandingkan tahun 2015," kata Dominukus Mere kepada wartawan di Kupang, Sabtu (8/10).
Dia menjelaskan, tahun 2015, kebutuhan obat di RSUD sebesar Rp 13 miliar, yakni dana APBD Rp 1 miliar dan dari BLUD (rumah sakit) Rp 12 miliar. Sementara tahun 2016, biaya pengadaan obat hanya Rp 9 miliar atau turun Rp 4 miliar. Dana Rp 9 miliar itu dari dana APBD Rp 2 miliar dan BLUD Rp 7 miliar.
Menurut dia, dengan dana terbatas itu, pihak RSU mengadakan obat dengan sistem prioritas dan ada pengurangan untuk beberapa item, seperti obat-obatan pasien kanker, kemoterapi, hemodialisa atau cuci darah. Kondisi inilah yang menyebabkan sejak April 2016 stok obat di RSU Kupang mulai berkurang dan ada juga obat yang habis.
Akibatnya, pasien BPJS harus mengeluarkan uang untuk membeli obat d di luar apotek RS Johannes. Pada September lalu pihaknya sudah menggelar rapat dengan Komisi V DPRD, dan ada penambahan alokasi dana BLUD sebesar Rp 9 miliar dan sekarang sudah jalan.
"Saya tidak mau salahkan siapa-siapa. Ke depan kami lakukan pembenahan, mulai dari tahap perencanaan agar kebutuhan obat dan budget yang disiapkan sejalan," kata Domi Mere, yang adalah mantan Sekda Ende itu.
Manajemen rumah sakit juga menyampaikan permohonan maaf atas kekurangan stok obat yang terjadi sejak April 2016. Kekurangan telah mengganggu pelayanan RSU Kupang kepada masyarakat.
"Terima kasih kepada teman-teman yang telah menyampaikan keluhan-keluhan dari masyarakat tentang adanya kekurangan obat di rumah sakit ini. Selaku manajemen RS, saya minta maaf kepada masyarakat," katanya.