REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terdakwa kasus kematian Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, menangis saat menyampaikan nota pembelaan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta pada sidang ke-28, Rabu (12/10).
"Saya tidak membunuh Mirna. Jadi tidak ada alasan mereka memperlakukan saya seperti sampah. Saya bingung harus berbuat apa. Saya tidak menaruh racun di minuman Mirna. Apa yang bisa saya lakukan untuk mengubah semuanya," tutur Jessica.
Jessica mengaku Mirna adalah teman yang baik, ramah, rendah hati, dan jujur dengan semua teman. Ia pun mengungkapkan bahwa setelah Mirna meninggal, dia dan keluarganya mulai mengalami mimpi buruk. Sejak polisi menangkapnya, Jessica mengaku sering tampil di depan media kemudian dicemooh, baik oleh masyarakat maupun teman dekatnya.
"Wartawan sering datang ke rumah. Saya ditangkap di hotel, dituduh kabur. Padahal saya mencari kenyamanan yang tidak ada di rumah. Ke luar beli makan saja sulit," ujar Jessica.
Ketenangan tidak kunjung berakhir hingga akhirnya Jessica mengungkapkan bahwa pengalaman terberatnya adalah saat rekonstruksi dilakukan. Jessica yang pada saat rekonstruksi mengenakan rompi oranye bertuliskan tersangka merasa diintimidasi baik, oleh penyidik kepolisian maupun pegawai Olivier yang turut menyaksikan.
Lebih dari itu, Jessica juga menyatakan dipaksa mengaku oleh Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Krishna Murti saat ia diajak ke dalam ruangan staf dan disaksikan oleh para penjaga tahanan.
"Direktur Reserse Kriminal Umum yang menjabat saat itu, bilang dia merendahkan diri dan mempertaruhkan jabatannya dengan membuat saya tersangka. Kalau saya mengaku, vonis hanya tujuh tahun, tidak akan sampai seumur hidup," kata Jessica.
Dalam sidang ke-27 pekan lalu, jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada terdakwa Jessica Kumala Wongso dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Mirna meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta setelah meminum es kopi Vietnam pesanan Jessica di kafe Olivier pada 6 Januari 2016.