REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang putusan Praperadilan gugatan penetapan tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan sidang menyatakan Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh gugatan Nur Alam.
"Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Wayan di PN Jaksel, Jakarta Selatan, Rabu (12/10).
Bukan hanya itu, Wayan juga menolak seluruh eksepsi dari pihak pemohon. Selain itu, ujar Wayan penetapan tersangka yang dilakukan KPK kepada Nur Alam secara hukum sah. Alasannya karena penetapan tersangka sudah berdasarkan berdasarkan alat bukti.
"Alat buktinya dinilai cukup sesuai undang -undang," ucapnya.
Pemohon sendiri sebelumnya beranggapan penetapan tersangka tidak sah lantaran tidak adanya kerugian negara sehingga tindak pidana korupsi yang dituduhkan tidak sah. Namun berdasarkan jawaban dari pihak KPK, bahwa kerugian negara saat ini sudah dihitung dan diperoleh hasilnya.
"Permohonan terkait hal itu tidak dapat diterima," katanya.
Kemudian pemohon juga menyangsikan perihal penyidikan yang dilakukan oleh Novel Baswedan karena Novel dianggap berstatus seorang terdakwa di Bengkulu. Namun menurut UU KPK ternyata Novel dianggap sah secara hukum.
"Dengan demikian, penyidikan serta penetapan tersangka sudah sah secara hukum," ujarnya lagi.
Perkara ini muncul lantaran Nur Alam diduga telah menyalahi wewenangnya dengan menertibkan surat izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah. SK IUP tersebut digunakan untuk ekplorasi penambangan nikel di Kabupten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Diduga pula Nur Alam menerima hadiah dari PT Harisma dengan diterbitkannya SK IUP tersebut. Namun lantaran mengaku tidak menerima hadiah dan penetapan tersangka yang tidak sah sehingga mengajukan gugatan ke PN Jalsel dengan momor perkara 127/Pid.Prap/2016/PN.Jak.Sel.