REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Nur Alam Maqdir Ismail menilai penatapan tersangka oleh Komisi Pembernatasan Korupsi (KPK) kepada Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam cacat hukum. Sebab banyak keputusan KPK yang tidak sesuai dengan hukum yang ada.
Maqdir mengatakan setidaknya ada tiga point penting yang menunjukan bahwa penetapan Nur Alam sebagai tersangka cacat hukum. Di antaranya pertama proses penyelidikan bukan dilakukan oleh Polri, kedua penyelidikan dilakukan secara bersamaan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, dan ketiga peristiwa pengeluaran surat izin usaha pertambangan (IUP).
"Izin IUP ini kan sudah diuji serta diputus Mahkamah Agung bahwa IUP ini tidak ada yang salah," jelasnya usai sidang di PN Jaksel, Selasa (4/10).
Kemudian berbicara tentang penyelidikan menurut pihaknya dinyatakan tidak sah karena bukan dilakukan oleh Polri. Namun dilakukan oleh Novel Baswedan yang mana Novel sendiri masih tersandung kasus dugaan penganiayaan saat masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse di Polres Bengkulu 2004.
"Novel dalam perkara hasil putusan dari praperadilan di Bengkulu itu adalah seorang terdakwa, ini putusan pengadilan terlepas apa dan bagaimana kondisinya tapi yang pasti seperti itu," jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya yakin bahwa ada yang salah dengan KPK menetapkan kliennya sebagai terangkat. Sehingga dia meminta supaya KPK mengkaji ulang perihal penetapan yang dinilai tidak sah tersebut.
"Ya tidak sah, cacat hukum, bukan hanya penetapan tersangka tapi mulai dari penyelidikannya ini sudah tidak sah karena dilakukan bukan oleh penyidik Polri," katanya.