REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Indonesian Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, mengatakan pemerintah perlu mempertegas aturan mengenai transparansi dokumen perencanaan anggaran untuk mengantisipasi celah korupsi oleh para pejabat publik. Aturan seperti ini dinilai lebih efektif jika dibandingkan penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pemberatan hukuman bagi pejabat publik yang tersangkut korupsi.
Menurut dia, jika Perppu disusun, ada kemungkinan mendapat resistensi dari DPR. Sebab, berdasarkan temuan selama peluang korupsi lebih banyak dilakukan oleh pejabat publik dari kalangan legislatif, DPRD maupun DPR.
"Sebab, masih ada motif untuk meraih keuntungan dengan menjadi anggota DPR. Saat menjabat, mereka berpotensi melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Dengan begitu, sebetulnya harus ada bentuk pengawasan dari pihak lain, yakni masyarakat," ujar Adnan ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (16/10).
Pengawasan disarankan dalam bentuk transparansi dokumen perencanaan anggaran hingga alokasi dan pemanfaatan anggaran. Transparansi semacam ini dapat dilakukan dengan cara memberlakukan e-government untuk pengadaan barang dan jasa.
Saat ini, pelaksanaan e-government sudah berlaku di sejumlah daerah. Menurut Adnan, jika pemerintah berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, maka penerapan e-government harus bisa diterapkan di semua kabupaten dan kota di Indonesia.
"Bisa saja pemerintah menegaskannya dalam bentuk PP atau Perpres. Aturan ini membantu pemerintah dan KPK dalam mencegah korupsi. Sebab pengawasan KPK belum tentu maksimal untuk seluruh kabupaten dan kota di Indonesia," tambahnya.
Peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Hifzdil Alim, pun sepakat jika masih banyaknya pejabat publik yang terjaring OTT mengindikasikan sistem pengawasan KPK belum dapat menjangkau seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Meski demikian, pihaknya mengapresiasi adanya OTT yang dilakukan KPK terhadap lima pejabat publik dan satu pengusaha terkait suap anggaran pendidikan di Kabupaten Kebumen, akhir pekan ini. "Ini mengingatkan pemerintah daerah agar tidak lagi main-main dengan anggaran. Namun, pengawasan dan penindakan tetap harus ditingkatkan. Penindakan utamanya harus menyasar subjek atau pelakunya," kata Hifdzil.
Sebelumnya, KPK mengamankan lima orang pejabat asal Kabupaten Kebumen dan satu pengusaha terkait kasus suap anggaran pendidikan APBDP 2016, Sabtu (15/10). Dua orang dari lima pejabat itu kini telah ditetapkan sebagai tersangka KPK.
Kedua orang tersebut yakni Yudi Tri Hartanto (YTH) dan Sigit Widodo (SGW). Yudi menjabat sebagai ketua komisi A DPRD Kabupaten Kebumen sementara Sigit diketahui masih menjabat sebagai Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen. Sementara tiga pejabat lain dan satu pengusaha yang ikut diamankan adalah Suhartono (anggota komisi A DPRD Kabupaten Kebumen), Dian Lestari (anggota DPRD Kebumen) dan Andi Pandowo (Sekda Kabupaten Kebumen) dan Salim. Keempat orang itu kini telah ditetetapkan sebagai saksi oleh KPK.