REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Keberadaan lembaga atau organisasi yang memberikan pelayananan dan perlindungan terhadap anak di Indonesia dinilai masih belum banyak diketahui masyarakat. Terlebih bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan dari tindak kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran.
Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada 2013, sebanyak 78,7 persen anak laki-laki dan 85,1 persen anak perempuan tak mengetahui tentang layanan perlindungan anak.
“Mereka tidak mengetahui pelayanan saat mereka mengalami kekerasan,” tutur Direktur Keluarga Perempuan Anak Pemuda dan Olahraga Bappenas Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum saat memberi sambutan dalam peluncuran Pusat Layanan Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PLKSAI) di Balai Kota Surakarta pada Jumat (21/10) siang.
Menurutnya ketidaktahuan masyarakat terutama anak-anak karena minimnya informasi tentang layanan perlindungan anak. Di lain sisi kata dia keberadaan layanan perlindungan anak yang ada saat ini cenderung bekerja sendiri-sendiri.
“Sebab itu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akses anak terhadap semua layanan yang berkualitas, dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup,” katanya.
Karena itu kata dia pemerintah tengah berupaya untuk menguatkan sistem perlindungan anak yang mengedepankan layanan mulai dari pencegahan, pengurangan risiko, dan penanganan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran serta perlakuan salah lainnya.
Ia juga mengatakan pemerintah sedang mendorong peningkatan efektifitas kelembagaan perlindungan anak di tingkat pusat dan daerah.
Untuk itu, pemerintah melalui Kementrian Sosial, Bappenas dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bekerjasama dengan Lembaga PBB untuk anak-anak (UNICEF) serta pemerintah daerah bekerjasama untuk membentuk PLKSAI di seluruh Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Selain di Solo, PLKSAI juga telah dibentuk di Makasar, Klaten, Tulungagung dan Gowa. Layanan tersebut berfungsi sebagai sarana pengaduan terhadap tindak kekerasan pada anak. PLKSAI memberikan asesment, pendampingan psikologis dan bantuan hukum.
“Semoga ini dapat membantu pemerintah melindungi hak anak, memberikan pencegahan, pengurangan risiko. Menjadi motor penggerak penguatan sistem perlindungan anak, menjadi corong untuk meningkatkan pemahaman tentang pencegahan kekerasan anak kepada setiap lapisan masyarakat,” tuturnya.