REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang Pilkada 2017 berbagai lembaga seolah berlomba melansir hasil surveinya kepada publik. Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyarankan agar masyarakat lebih kritis menyikapi hasil survei yang dilakukan menjelang Pilkada 2017.
"Survei masih berpeluang menjadi medium pembentuk sugesti terhadap pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur tertentu," ungkapnya.
Kekritisan bisa dibangun dengan menilik inisiator survei. "Berikutnya, kritislah menilai informasi yang dipaparkan dalam survei," ujar Siti ketika dihubungi Republika.co.id, Sabtu (22/10).
Siti mengingatkan, survei peta kekuatan dalam Pilkada memiliki berbagai latar belakang. Salah satunya, membentuk sugesti masyarakat terhadap paslon tertentu.
Dia mencontohkan, jika dalam salah satu survei terpapar peta kekuatan calon dengan persentase tertinggi, sedang, dan rendah, informasi tersebut akan menjadi referensi tingkat pertama masyarakat. Pada survei berikutnya, jika peta kekuatan tidak jauh berbeda maka akan ada sugesti yang semakin kuat pada masyarakat.
Selanjutnya, beberapa survei lainnya akan berpotensi memperkuat sugesti terhadap paslon-paslon tertentu. "Efek inilah yang patut kita kritisi," kata Siti.
Agar tak terkecoh, Siti menyarankan masyarakat tidak berpedoman sepenuhnya terhadap hasil survei. "Lihat potensi paslon yang ada," tutur dia.