REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh agama meminta semua pihak bersikap dewasa dalam menjalani proses pemilihan kepala daerah. Ini penting sehingga pesta demokrasi itu jangan sampai merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Betapa pun ada perbedaan jangan sampai menimbulkan perpecahan," kata Ketua PBNU Marsudi Syuhud saat konferensi pers bersama para tokoh agama di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (27/10).
Marsudi menegaskan bahwa pesan itu tidak hanya ditujukan bagi Pilkada DKI yang memang bertensi tinggi, melainkan juga untuk pilkada di seluruh Indonesia. "Kalau kita berkomitmen terhadap NKRI mari kita laksanakan pilkada dengan benar, tidak menggunakan isu yang bisa memecah NKRI," tambah Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Uung Sendana L Linggaraja.
Menurut tokoh lintas agama, isu yang berpotensi memecah NKRI adalah yang menyangkut suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) sehingga harus dihindari dalam pilkada.
Sementara itu, Sekjen Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengatakan NKRI dibangun atas komitmen bersama warga bangsa termasuk oleh semua agama yang ada di Tanah Air. "Jangan hanya karena kepentingan sesaat, kepentingan lima tahunan, kita korbankan kepentingan yang lebih besar. Sejak awal seluruh agama membangun bangsa ini," kata dia.
Para tokoh agama itu menyerukan agar agama tidak ditarik-tarik ke ranah politik dan sebaliknya politik tidak dibawa ke ranah agama. "Nilai-nilai luhur agama seharusnya disumbangkan bagi demokratisasi, bukan dipolitisasi. Nilai agama hendaknya menjadi landasan moral pilkada," kata Gomar Gultom.