REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Seorang utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan usulan larangan pengajuan visa permanen untuk pencari suaka yang mendatangi Australia dengan perahu akan melanggar Konvensi Pengungsi, demikian laporan Fairfax, Sabtu (5/11).
Perdana Menteri Malcolm Turnbull pekan lalu mengusulkan pencari suaka yang dikirim ke kamp tidak dapat mengusulkan permohonan visa ke Australia, meskipun mereka telah menjadi pengungsi atau ditempatkan di negara lain. Perwakilan kawasan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Thomas Albrecht mengatakan usulan itu merupakan pelanggaran terhadap konvensi yang melarang negara anggota menghukum pengungsi atau pencari suaka.
Usulan larangan visa permanen itu akan berlaku untuk tiap penghuni kamp di atas tahun 2013, termasuk 1.400 pengungsi yang saat ini tertahan.
Ketua partai oposisi sayap kiri, Bill Shorten, sontak mengritik usulan itu. Namun, pihak partai belum memberi pernyataan terkait rencana menghalangi rancangan undang-undang tersebut dibahas oleh senat. Pasalnya, pemerintah tak menguasai mayoritas anggota dewan.
Kebijakan saat ini, pengungsi yang tiba dengan perahu akan dikirim ke kamp di Papua Nugini dan Nauru sembari menunggu statusnya sebagai pengungsi diterima atau ditolak. Namun, banyak anggota dewan terpecah antara mendukung dan menolak kebijakan tersebut.
"Pencarian solusi untuk krisis pengungsi itu penting, meski mereka telah ditempatkan di pulau milik pihak ketiga, hal itu tak akan mengubah kewajiban mendasar pemerintah Australia untuk memberi suaka bagi yang membutuhkan perlindungan, termasuk mereka yang datang dengan perahu," kata Albrecht.