Rabu 09 Nov 2016 16:03 WIB

‎GNPF MUI: Ada Upaya Kerdilkan Aksi 4 November

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Massa memadati kawasan bundaran air mancur saat aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Massa memadati kawasan bundaran air mancur saat aksi 4 November di Jakarta, Jumat (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) berharap Kapolri dan seluruh jajarannya menjaga perasaan umat Muslim. Khususnya berkaitan dengan tuntutan masyarakat luas yang menginginkan tegaknya keadilan dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

GNPF MUI meminta Kapolri tidak mengeluarkan pernyataan yang cenderung membela pihak tertentu. "Jangan melindungi pihak-pihak tertentu dan mengenyampikan keadilan masyarakat," kata bendahara GNPF MUI Muhammad Luthfie Hakim kepada Republika.co.id, Rabu (9/11).

Dia melihat sikap Polri cenderung tidak fokus dengan kasus dugaan penistaan agama yang sedang dihadapi. Hal tersebut dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap Polri untuk menangani kasus tersebut seadil-adilnya.

Selain pernah mengatakan bahwa Ahok tidak bermaksud menistakan agama, saat ini Polri tengah menelusuri aliran dana yang digunakan untuk operasional aksi 4 November. GNPF MUI mempersilakan jika Kepolisian ingin menelusurinya.

"Tidak masalah, cuma kira-kira kami bertanya untuk apa. Kami lihat ada upaya mengkerdilkan atau membonsai aksi kami," katanya.

Pemerintah menjanjikan kasus Ahok selesai dalam dua pekan terhitung sejak 4 November. Rentang waktu tersebut bukan berdasarkan kesepakatan dengan peserta aksi, melainkan inisiatif pemerintah. Dia berharap ke depannya, tidak ada lagi upaya mengkerdilkan aksi umat Islam menuntut keadilan dalam kasus Ahok.

"Jangan bonsai perjuangan kami. Ini harus hati-hati betul. Saya tidak bisa bayangkan keadilan masyarakat dikorbankan demi segelintir orang, ini akan seperti 'bisul pecah'," ujarnya.

Menurut Luthfie, Polri dan pemerintah tak perlu mengkhawatirkan aksi di Jakarta. Yang perlu dikhawatirkan adalah apabila aksi-aksi tersebut meluas di berbagai kota di Tanah Air. Jika semua wilayah di Indonesia mengadakan aksi serempak, maka tiga kali lipat kekuatan Polri pun tidak cukup menanganginya. Jadi, kata Luthife, jangan tunggu sampai terlambat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement