Rabu 16 Nov 2016 00:33 WIB

'Aksi Teror Selalu Terjadi Saat Suhu Politik Meninggi'

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).
Foto: Antara//Amirulloh
Tim Gegana Brimob Polda Kaltim mengamankan benda diduga sisa bom di lokasi ledakan di depan Gereja Oikumene Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Indonesia Jerry Sumampouw menilai aksi teror bom di Samarinda (13/11), Singkawang (14/11), Surabaya (9/11) dan Batu (14/11) sebagai modus lama yang terulang. Jerry berpendapat ketika suhu politik di tanah air mulai meningkat, aksi teror pun kembali mencuat.

"Sasarannya kelompok minoritas, gereja, sekolah," katanya, di Ma'arif Instutute, Tebet, Jakarta, Selasa (15/11).

Ia pun meminta pemerintah untuk tidak memberikan ruang pada potensi teror dan kekerasan. Menurutnya, demokrasi yang dipraktikkan di tanah air bukan berarti membiarkan kekerasan ikut muncul dan menjadi konsumsi masyarakat.

"Memang demokrasi, tapi demokrasi ada aturannya, tidak boleh membuka ruang kekerasan di ruang publik," katanya.

Ia berharap pemerintah dalam hal ini presiden bisa tegas dalam mengontrol kekerasan di ruang publik. Menurut Jerry masyarakat harus mulai peduli dengan lingkungan sekitarnya dan tidak mudah terprovokasi.

"Provokasi di media sosial sangat kuat," katanya.

Jerry juga berharap tokoh politik, agama,  budaya dan intelektual dapat memberikan pernyataan yang menyejukan dan tidak mengedepankan kepentingan politiknya.

"Teror jangan sampai merusak keberagaman kita, bangsa majemuk dan beragam," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement