REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya telah menetapkan Buni Yani, pihak yang disebut selaku penyebar video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu terkait Surat Almaidah 51, menjadi tersangka. Buni sendiri melalui akun Facebook-nya memposting permintaan dukungan rekan-rekan dan umat Islam. Ia mengatakan tidak bisa pulang karena ditahan Reskrimsus Polda Metro Jaya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade mempertanyakan sikap kepolisian yang dinilainya tidak adil dalam penegakan. "Jika benar keadaannya seperti itu, penahanan Buni Yani sama saja polisi menyiram bensin di tengah api. Apa yang dilakukan polisi bisa memicu demo semakin besar," kata Andre, Kamis (24/11).
Menurutnya, Ahok yang telah ditetapkan sebagai tersangka tapi tidak ditahan. Sementara Buni Yani, setelah ditetapkan sebagai tersangka langsung dilakukan penahanan.
Terkait memanasnya situasi politik belakangan, lanjut dia, Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah mengingatkan atau menghimbau agar semua orang senantiasa menahan diri dan menjaga kesejukan. Apa yang dilakukan polisi dalam hal ini disebutnya gagal menterjemahkan himbauan Presiden.
"Pak Kapolri salah menterjemahkan perintah Presiden. Kalau adil, sama-sama tersangka Ahok juga ditahan dong. Ini kan tidak, Buni Yani ditahan sementara Ahok tidak ditahan," ucap dia.
Menurut Andre, seharusnya Polri lebih bisa menahan diri sesuai dengan kebijakan Presiden Jokowi yang mengimbau kesejukan. Lebih baik kasus hukum Buni Yani ini di uji Pengadilan saja tanpa perlu beliau ditahan oleh Polri. "Harus ada azas keadilan dan kesetaraan dalam hukum. Jangan hanya hukum tajam ke Buni Yani tapi tumpul ke pak Ahok, kata Andre.