REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Pengadilan wilayah Kashmir, India pada Jumat memerintahkan polisi membebaskan seorang pegiat hak asasi manusia setempat yang ditahan dua bulan lalu karena diduga mengganggu ketertiban umum.
Keputusan itu dibuat karena otoritas terkait dianggap tak punya cukup bukti. Khurram Parvez (39), koordinator pegiat Koalisi Masyarakat Sipil Jammu Kashmir (JKCCS) cukup lama berkampanye menentang pelanggaran HAM yang dilakukan petugas di wilayah rentan kerusuhan, Jammu dan Kashmir, kaki pegunungan Himalaya.
Penahanannya September lalu dikecam banyak aktivis HAM, begitu juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pihak itu menilai penangkapan Parvez dilakukan petugas keamanan India dengan sengaja untuk mengganggu kampanyenya.
Pengadilan Tinggi Jammu dan Kashmir membatalkan surat perintah penahanan Parvez, mengatakan, kepolisian telah "melampaui" kewenangannya, dan tidak memiliki bukti cukup atas tindakannya itu.
"Penahanan Parvez tidak hanya ilegal, tetapi otoritas terkait juga menyalahgunakan wewenangnya untuk memerintahkan hal tersebut," kata seorang hakim, M.H Attar.
Meski demikian petugas menolak untuk mengomentari keputusan pengadilan serta tak bersedia mengonfirmasi pembebasan Parvez. JKCCS menerbitkan hasil penelitiannya berisi keterlibatan petugas keamanan India menanggulangi pemberontakan separatis Kashmir, India. Konflik antarpihak dimulai sejak seperempat abad lalu.
Parvez ditangkap otoritas terkait di Bandara New Delhi 14 September lalu saat ia akan terbang ke Jenewa untuk menghadiri pertemuan dengan Dewan HAM PBB. Ia saat ini ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Masyarakat Jammu dan Kashmir yang kontroversial.
Aturan itu memperbolehkan petugas menahan seseorang selama dua tahun tanpa intervensi pengadilan. Namun pengadilan mengatakan, tuduhan bahwa Parvez memprovokasi masyarakat yang ke luar masjid tidak didukung bukti kuat.
Puluhan warga tewas dan ribuan lainnya terluka dalam bentrok antara petugas dan demonstran selama beberapa bulan di negara bagian Kashmir. Konflik keduanya dipicu tewasnya seorang pemimpin kelompok separatis dalam operasi gabungan kepolisian dan militer, Juli.
Bentrok itu merupakan insiden terburuk di negara bagian berpenduduk mayoritas penganut muslim selama enam tahun terakhir. Pihak oposisi menuduh petugas keamanan India mengerahkan senjata beratnya hanya untuk "mendiamkan" demonstran.
India dan Pakistan telah berperang memperebutkan wilayah Kashmir sejak merdeka pada 1947. Keduanya mengklaim memiliki keseluruhan Kashmir. Namun India dan Pakistan saat ini masih memerintah sebagian wilayah itu.