REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemkab Sleman berencana untuk memberikan eco-label pada produk batik dengan pewarna alami. Hal ini dilakukan untuk mendongkrak produktivitas produk tersebut dan memberikan jaminan keamanan pada konsumen.
"Kalau sudah dikasih eco-label kan kita jadi tahu kalau produk batik itu ramah lingkungan," kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindakop) Sleman, Pustopo, Rabu (7/12).
Di sisi lain, menurutnya langkah tersebut penting dilakukan untuk menjaga daya saing produk lokal di kancah internasional.
Sebab saat ini banyak negara yang melarang pemakaian pewarna sintetis.
Seperti Australia dan negara-negara Eropa. Pustopo mengakui, di dalam negeri sendiri produk pewarna alami masih jarang diminati. Lantaran hasil warnanya yang tidak cerah dan cenderung kusam.
Namun demikian pihaknya telah bekerja sama dengan UGM untuk mengembangkan bahan-bahan pewarna alami.
Ke depannya, Disperindakop dan UGM berencana untuk membuat bahan pewarna alami instan yang terstandarisasi. Sehingga warna yang dihasilkan dapat memenuhi standar kecerahan tertentu.
Selain itu, dengan pewarna alami instan dapat mempermudah pekerjaan para pengrajin batik. Karena mereka tidak perlu lagi repot-repot menumbuk dan menyeduh bahan untuk membuat pewarna alami sendiri.
Selain mendorong penggunaan bahan pewarna alami di kalangan para pengrajin, Pemkab Sleman juga tengah mempersiapkan ketersediaan bahan-bahan alam. Antara lain penanaman bidikovera pada lahan seluas empat hektar di Kecamatan Minggir, serta penanaman jolawe dan tongje di Lereng Merapi.