REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah kebebasannya, Syekh Ahmad Yassin kembali memimpin Hamas. Ia kembali menyusun strategi serangan ke Israel. Termasuk menggunakan bom bunuh diri. Sehingga Yassin melanggar perjanjian untuk pembebasannya.
Ia juga berusaha mempertahankan hubungan dengan otoritas Palestina. Ia percaya jika terjadi bentrokan antara dua kelompok maka akan berbahaya bagi kepentingan rakyat Palestina.
(Baca: Syekh Ahmad Yasin, Pejuang Palestina yang Melegenda)
Otoritas sering kali menempatkan Yassin sebagai tahanan rumah. Dan pendukung Yassin terus melakukan aksi demonstrasi terhadap tindakan otoritas. Pada 6 September 2003, Angkatan Udara Israel (IAF) F-16 menembakkan rudal ke beberapa bangunan di Kota Gaza. Pada saat penembakan terjadi, Yassin sedang berada di gedung, tetapi ia selamat.
Para pejabat Israel kemudian menegaskan bahwa Yassin adalah target utama serangan. Ia mengalami luka-luka dan berobat di Rumah Sakit Shifa Kota Gaza.
Dalam wawancaranya dengan media, Yassin mengatakan bahwa kebijakan pembunuhan tidak akan menyelesaikan kepemimpinan Hamas. Hamas ingin menjadi martir dan tidak takut mati.
Jihad dan perlawanan akan terus dilakukan hingga memperoleh kemenangan atau martir Namun, tokoh kharismatik ini meninggal dunia Senin, 22 Maret 2004. Helikopter tempur Israel menembakkan rudal saat dia sedang melaksanakan shalat Subuh.
Banyak pihak yang mengutuk serangan yang ikut merenggut nyawa kedua pengawalnya dan sembilan pengamat. Aksi pembunuhan ini berpengaruh negatif terhadap proses perdamaian. Proses pemakaman Ahmad Yassin dihadiri 200 ribu warga Palestina.